Monomen Holocaust Memorial |
SERBA SEPUH - Monomen
Holocaust Memorial menyimpan berbagai kisah pembantaian warga Yahudi di
Kamp-kamp konsentrasi Nazi. Ada surat dan kartu pos yang tak sempat terkirim,
ada gigi geraham korban yang masih tersimpan.
Holocaust (UKMC School
of Law) Monumen ambisius yang membuat langit menyempit. Peringatan bagi Jerman
untuk terus mengingatkan kekejamannya terhadap warga Yahudi. Dimulai dengan
poster ''Holocaust tidak pernah terjadi''.
Cahaya matahari
berlomba menyusup ke lekukan kaku dinding-dinding beton kelam di jantung kota
Berlin. Sayang, sinarnya yang berkilau keemasan tak juga memudarkan kesan suram
pada nisan-nisan simbolik di situ. "Kuburan massal" itu bernama
Holocaust Memorial. Dalam bahasa Jerman disebut Holocaust Mahnmal.
Monumen ini
terkesan kering, depresif, dingin, dan tak bersahabat. Puluhan pohon yang
ditanam sebagai lambang harapan pun tak menolong. Musim panas tak sanggup
"menghangatkan" hamparan jajaran 2.711 tiang beton (stelae) kelam
yang berjejal rapi bagai makam itu. Ketika menyusurinya, Juni lalu, langit
terasa menyempit bagaikan berjalan di sebuah labirin tak berujung. Tak tampak
lagi gedung-gedung yang melingkungi memorial ini.
Tak jarang para
pengunjung saling bertabrakan saat melewati persimpangan ruas- ruasnya. Orang
dari arah lain tak bakal tampak karena besarnya tiang-tiang beton tersebut.
Mereka terpaksa celingukan sebelum melintas. Pada beberapa bagian permukaan
yang tanahnya landai --kemiringannya sekitar delapan derajat-- terdapat alur
untuk pengunjung berkursi roda.
Monumen --yang
agak sulit disebut sebagai bangunan-- ini terbuat dari beton padat kualitas
tinggi SCC, di dekat Berlin. Ketinggiannya ada 11 macam. Yang tertinggi 4,5
meter dan yang terendah dipasang rata dengan tanah. Stelae yang tingginya
bermacam-macam ini dipasang dengan kemiringin antara 0,5-2 derajat. Secara
keseluruhan gugusan nisan menyerupai gelombang masif namun harmonis. Berat tiap
tiang beton itu berkisar 8-16 ton.
Holocaust berada
di tengah megahnya Brandenburger Tor, lambang bersatunya dua Jerman, Gedung
Bundestag Parlemen Jerman, dan hotel bintang lima berlian Adlon Berlin.
Bangunan-bangunan megah nan anggun itu jelas kontras dengan ribuan batu nisan
yang menyemuti areal seluas 19,073 meter persegi, atau dua kali lapangan sepak
bola berdasarkan standar Liga Jerman!
Memorial
kontroversial yang baru diresmikan 10 Mei 2005 --bersamaan dengan 60 tahun
berakhirnya perang dunia kedua-- itu dibangun untuk mengenang enam juta orang
keturunan Yahudi yang tewas pada kamp-kamp konsentrasi Nazi (The German
National Socialist) di Eropa. Diapit empat jalan (Cora Berliner Strasse, Hannah
Arendt Strasse, Ebertstrasse, dan Behrenstrasse), lokasi memorial ini hanya 300
meter arah utara dari bunker persembunyian Adolf Hitler pada saat-saat terakhirnya,
sering disebut sebagai Fuehrerbunker.
Di bawah memorial
ini dibangun sebuah pusat informasi seluas 2.116 meter persegi yang terdiri
dari ruang pameran, ruang diskusi, toko buku, kantor, dan ruang resepsi.
Sedangkan ke-2.711 stelae beton yang dirancang khusus agar awet dan mudah
dibersihkan dari berbagai kotoran, terutama grafiti, bentuknya kotak persegi
dengan panjang 2,38 meter dan lebar 0,95 meter.
Pembangunan
memorial banyak mengundang simpati. Pada peresmian pembukaan memorial, Ketua
The Central Council of Jews Jerman, Paul Spiegel, mengatakan, "Dengan
memfokuskan pada orang-orang Yahudi dan keturunannya yang terbunuh pada Perang
Dunia II, pendirian monumen ini mengurangi pendapat miring tentang pertanyaan
mengenai rasa bersalah dan tanggung jawab."
Sejak diresmikan,
memorial ini langsung diserbu turis lokal dan internasional. Mulanya mereka
kaget melihat bangunan raksasa ini. Tak ada tulisan atau papan yang memberi
informasi. Di salah satu sudutnya hanya ada peringatan untuk tidak membuat kegaduhan,
serta dilarang bermain skateboard dan berbuat vandal terhadap memorial termasuk
grafiti.
Encarnacion
Alvarez Hidalgo dari Spanyol, anggota rombongan guru yang ditemui Gatra,
menyebutkan bahwa bila tak mengerti sejarah amat sulit untuk memahami memorial
ini. "Berlin yang saya tahu gedung-gedungnya megah dan indah, dengan
taman-taman luas. Lalu tiba tiba ada tumpukan batu batu yang mirip
pemakaman," katanya.
Menunggu 17 tahun
PRAKARSA pembuatan
Holocaust Memorial tercetus saat seorang ahli sejarah Jerman Eberhard Jaeckel
mengunjungi Holocaust Memorial di Israel, Yad Vashem, pada 1988. Ia berdiskusi
dengan sahabatnya, seorang jurnalis televisi wanita berkebangsaan Jerman, Lea
Rosh. "Kita harus memiliki sesuatu di Jerman yang mengingatkan pada korban
korban keturunan Yahudi itu," kata Jaeckel.
Saat itu, Lea Rosh
tidak langsung menanggapi. Menurutnya Jerman sudah memiliki banyak memorial
seperti itu. Lea Rosh pun menunjukkan daftar sejumlah peringatan di pelbagai
kota di Jerman. Jaeckel tetap ngotot. "Ya, tapi itu hanya untuk orang
keturunan Yahudi di Berlin, di Frankfurt, atau di Hanover, tapi kita tak punya
sesuatu di Jerman, seperti di Yad Vashem, yang mengenang keenam juta korban
keturunan Yahudi di Eropa," begitu argumen Jaeckel.
Lea Rosh akhirnya
mendukung ide itu dan mulai memperjuangkannya pada sebuah diskusi panel untuk
membuat suatu memorial "yang dapat menegaskan hal-hal yang telah
terjadi" pada bekas kantor pusat Gestapo di Distrik Kreuzberg, Berlin.
Setahun berikutnya, dengan merangkul Jaeckel, Lea Rosh menerbitkan sebuah
inisiatif "Berlin dalam Perspektif" untuk menggolkan ide pembuatan
memorial untuk para keturunan Yahudi yang dibunuh secara massal di Eropa.
Tapi tidak mudah
mewujudkan ide ini. Masalah dana menjadi kendala utama. Untuk mengumpulkan duit
dari masyarakat, Rosh menyebar poster di seluruh Jerman dengan tampilan
pemandangan dataran tinggi Swiss nan apik dan menyejukkan dengan danau tenang
berlatar belakang gunung-gunung yang puncaknya tertutup salju. Tulisannya
besar-besar dan sangat provokatif, "Den Holocaust hat es nie gegeben
(Holocaust tak pernah terjadi)". Ini membuatnya dinobatkan sebagai
"orang Berlin paling memalukan'' oleh pembaca majalah Tip tahun 2003.
Rosh --yang
mengganti nama aslinya Edith karena menganggap nama itu terlalu Jerman--
sengaja membuat poster "nyeleneh" untuk menarik perhatian. Ia yakin,
hasilnya akan nihil bila proyek yang sama dikampanyekan dengan kalimat biasa
seperti "Mengenang penderitaan Holocaust".
Wali Kota Berlin,
Klaus Wowereit, mendukung kampanye pengumpulan dana gila-gilaan ala Rosh.
"Bila Anda ingin meraih sesuatu dengan slogan, maka harus terdengar
provokatif" (Sueddeutsche Zeitung, 21 Juli 2001). Slogan kontroversial ini
didasarkan pada sebuah prediksi: 20 tahun mendatang banyak orang tak lagi
menghiraukan tragedi Holocaust. Diskusi ini pernah ditayangkan pada sebuah
program televisi lokal Jerman, ZDF, pada 19 Juli 2001, yang menampilkan survei
bahwa 51,4% generasi muda Jerman di bawah 24 tahun tak mengetahui tentang
Holocaust.
Prediksi ini juga
tertulis pada semua poster "Holocaust tak pernah terjadi". Ini
berisiko amat tinggi, karena aksi Rosh ini bisa dianggap illegal dan buntutnya
dituntut hukuman penjara. Namun, karena misi mulia dan tak bertujuan membohongi
masyarakat, ia lepas dari ancaman tersebut.
Sesuai dengan
prediksi Rosh, yang lahir dengan nama Edith Renate Ursula Rosh pada 1 Oktober
1936, proyek ini langsung mendapat dukungan orang-orang penting Jerman seperti
mantan Kanselir Jerman Willy Brandt dan penerima Hadiah Nobel, Gunther Grass.
Lalu pada 1992, Kanselir Jerman saat itu, Helmut Kohl, mengutarakan dukungannya
pada prakarsa pembuatan memorial itu dan menyetujui lokasi yang diinginkan.
Secara paralel,
Parlemen Jerman (Bundestag) menyetujui kucuran dana sebesar 25,3 juta euro
untuk konstruksi memorial dan pusat informasi ditambah 2,3 juta euro untuk
interior dan kelengkapannya.
Musim semi 1995,
diadakanlah sebuah kompetisi desain umum yang diikuti 528 peserta. Tim juri
yang dikepalai oleh Walter Jens memilih dua pemenang, yaitu Simon Ungers
(Cologne/New York) dan Christian Jackob-Marks beserta timnya: Hella Rofles,
Hana Scheib, dan Reinhard Stangl dari Berlin. Namun, usaha ini tak langsung
berjalan mulus. Tiba tiba Helmut Kohl tidak berkenan dengan desain Christian
Jackob Marks dan konco-konconya.
Sebuah kompetisi
desain memorial terbatas digelar dua tahun kemudian. Diundanglah 25 arsitek dan
pematung yang namanya telah kondang di mancanegara untuk berkompetisi. November
1997, lima anggota komisi memilih dua desain yang dirancang oleh arsitek
kenamaan Amerika, Peter Eisenmann/Richard Serra dan Gesine Weinmiller dari
Berlin. Para pendukung prakarsa ini mendapat banyak masukan dari Jochen Gerz
(Paris) dan arsitek kondang keturunan Yahudi, Daniel Libeskind (Berlin).
Dalam sebuah
wawancara menjelang diresmikannya memorial ini, Lea Rosh bertutur, ''Kami
merasa berutang pada korban-korban kekejaman itu, sehingga kami tetap menjalani
proses pembangunannya dari tahun ke tahun, kami tak pernah membayangkan
sebelumnya semua ini akan makan waktu 17 tahun lamanya." Rosh berharap,
monumen ini tak hanya mengingatkan pada yang telah terjadi, juga menghidupkan
diskusi antara generasi muda tentang tragedi tersebut.
Memasang Gigi
Geraham
IDE aneh ala Rosh
tak sekadar urusan publikasi. Beberapa hari setelah peresmian memorial itu, Lea
Rosh menyampaikan keinginannya untuk menempatkan sepotong gigi geraham dari
korban kamar gas di Belzec dan secarik tanda Bintang Daud hitam dengan dasar
kuning --dulu digunakan untuk menandai penduduk keturunan Yahudi-- pada salah
satu tiang beton memorial.
Pada sebuah
konferensi pers, Rosh bercerita bahwa secarik penanda Yahudi itu ia dapatkan
dari seorang Belanda yang tinggal di Amsterdam yang ibunya dieksekusi pada kamp
konsentrasi Nazi. Ia amat terkesan pada ide memorial tersebut sehingga
mendermakan benda kenangan itu untuk kepentingan publik sebagai bukti sejarah.
Namun, Kepala
Central Council Jew Jerman, Paul Spiegel, mengaku amat kaget dengan ide Rosh
yang dianggapnya sebagai sebuah penghujatan. "Saya merasa terhina dan Rosh
berlaku layaknya orang tak beriman," ujarnya.
Pemimpin Komunitas
Yahudi Berlin, Albert Meyer, juga mengungkapkan bahwa ide tersebut tak dapat
diterima para keturunan Yahudi. "Memorial tak dapat dijadikan sebagai
tempat suci atau kuburan. Bila Rosh melanjutkan ide ini, kami orang orang
Yahudi akan berpikir ulang untuk memasuki memorial tersebut," ungkapnya.
Ross menyanggah
kritikan itu dengan mengatakan bahwa ia telah mendiskusikan idenya itu dengan
arsitek proyek tersebut, Peter Eisenmann, dan seorang rabbi (pemimpin umat
Yahudi).
Yad Vashem di
Eropa
SAAT matahari
menghilang dari peredaran, 180 lampu yang ditanam di tiap ruas gang serentak
menyala, sehingga siapa pun dapat megunjungi memorial ini 24 jam. Tak sulit
untuk mencapainya. Bus dan kereta bawah tanah selalu berhenti, puluhan meter
saja dari lokasi itu.
Holocaust Mahnmal
juga dilengkapi dengan museum dan pusat informasi yang terletak di bagian timur
memorial (Cora Berliner Strasse). Tak dipungut biaya apa pun untuk memasukinya,
namun pengunjung harus melewati dua kali pemeriksaan bawaan.
Pada checkpoint
pertama, pengunjung dapat menitipkan bawaan mereka yang terlalu besar atau
banyak. Setelah itu antre menunggu giliran masuk. Dengan menuruni tangga,
pengunjung harus melewati checkpoint pemeriksaan kedua: detektor logam.
Penjagaanya ketat dan tegas seperti memasuki bandar udara internasional.
Ulrich Baumann,
staf hubungan masyarakat memorial ini, mengatakan bahwa tiap harinya pusat
informasi ini dikunjungi sekitar 2000 orang. Ditanya mengenai keamanan yang
teramat ketat, ia menjawab, "Kami harus selalu waspada, meski sejauh ini
belum pernah terjadi insiden apa pun."
Di sepanjang
selasar information center itu dipajang informasi singkat mengenai sejarah
Holocaust di Eropa dari tahun 1933 sampai 1945, lengkap dengan ilustrasi foto
bagaimana orang orang keturunan Yahudi dipermalukan dan diperlakukan dengan
kejam oleh Nazi. Di ujung ruangan, tampak enam foto wajah orang orang Yahudi
berukuran raksasa yang mewakili keenam juta korban pria dan wanita dari
berbagai generasi: uzur, dewasa, dan anak anak.
Pusat informasi
itu punya empat ruangan dengan tema berbeda. Pertama, Room of Dimensions.
Kesannya redup, kosong, dan depresif, namun menyampaikan berjuta makna. Pesan,
surat, atau kartu pos yang tak sempat dikirim para tahanan dari berbagai kamp
konsentrasi kepada sahabat dan keluarga ditampilkan di sini.
Isi pesan
surat-surat itu betul betul mengharu biru dan menghancurkan perasaan. Banyak
berisi keputusasaan menghadapi kematian dan kesakitan. Mereka ingin mengabari
relasi mereka perasaan yang mereka alami. Pada keempat dindingnya dituliskan
nama nama lokasi kamp konsentrasi yang tersebar di Eropa dan jumlah korban yang
mati di tiap kampnya.
Ruang kedua, Room
of Families. Foto foto hitam putih memudar terpasang pada displai-displai yang
berpendar. Wajah wajah bahagia dengan bayi-bayi berpipi bulat ini adalah gambar
15 keluarga besar orang orang keturunan Yahudi dari berbagai negara, tingkat
sosial, dan kultur di Eropa sebelum anti-Semit merebak. Di situ diceritakan
sejarah singkat keluarga dan yang menimpanya setelah perang dunia kedua
berakhir. Hanya beberapa yang selamat dari keganasan Holocaust dan sempat lari
keluar negeri. Mereka inilah yang menceritakan kembali yang terjadi dengan
keluarganya yang tercerai berai.
Ruang ketiga
bernama Room of Names. Lagi lagi redup dan kosong. Hanya tiga lempeng batu yang
terletak di situ. Bentuknya tak jauh dari kesan pekuburan, Pengunjung dapat
duduk dan mendengarkan biografi singkat 800 korban yang tewas pada kamp kamp
konsentrasi dalam bahasa Inggris dan Jerman. Durasi setiap biografi berlangsung
sekitar tiga menit. Nama orang yang sedang dibacakan lewat audio dengan sistem
mutakhir itu akan berpendar pada keempat dindingnya.
Untuk mendapatkan
data-data ini, Yayasan Memorial untuk Kaum Yahudi Terbunuh di Eropa bekerja
sama dengan Yad Vashem, pusat informasi mengenai orang orang Yahudi yang
terbunuh pada Perang Dunia II, yang bertempat di Har Hazikaron, Jarusalem,
Israel. Yad Vashem memiliki 62 juta halaman dokumen yang berkaitan, 267,500
foto, 2 juta halaman kesaksian tertulis, dan ribuan film pengakuan yang direkam
di atas pita video.
Sampai saat ini,
Yad Vashem telah berhasil mendata 3,2 juta nama korban. Namun hingga saat ini,
pusat informasi pada Holocaust Memorial Berlin ini baru sanggup merekam
biografi dari 800 orang, yang prosesnya makan waktu dua tahun. Konon, bila
biografi ke-3,2 juta nama itu dibacakan nonstop baru akan selesai setelah enam
tahun, tujuh bulan, dan 27 hari!
Ada kemiripan
konsep pembagian ruangan pada Information Center di Berlin ini dengan Yad
Vashem, yang juga sama sama memiliki sebuah Hall of Names. Ruang terakhir
adalah Room of Places. Ruangan ini menyimpan gambar, peta, dan data 200 lokasi
Holocaust di seluruh Eropa. Fokusnya adalah delapan kamp konsentrasi terbesar.
Seperti Auschwitz, Babi Yar, dan Belzec. Pengunjung dapat mendengar berbagai
kesaksian dari kotak-kotak telepon yang tersedia dalam berbagai bahasa.
Pada foyer
terakhir terdapat berderet komputer yang menyimpan 3,2 juta data orang orang
yang terbunuh. Pengunjung dapat mencari nama yang diinginkan dengan memasukkan
data nama, tempat tinggal, atau tahun kelahiran. Pihak pusat informasi
mengatakan akan tetap memperbarui informasi sama seperti yang didapatkan Yad
Vashem.
Di dekat pintu
keluar, disediakan buku tamu yang isinya kesan kesan para pengunjung. Di
sampingnya, ada pusat data yang menyimpan arsip pemberitaan mengenai Holocaust
masa lalu dan perdebatannya pada saat ini dari pelbagai media di dunia. Kesan
pengunjung pun beragam. Ada yang memuji, tapi tak sedikit yang mencela.
"Ada yang hilang dari judul besarnya sebagai memorial. Kurang
menyentuh," kata Ingo , seorang warga Berlin, kepada Gatra. Bagi dia,
monumen ini tak lebih dari sekumpulan batu. "Cocok buat petak umpet atau
cari angin seperti saya," ungkap pria 30 tahun ini dengan tawa berderai.
Berawal dari Worms
MUSIM panas 1997,
Worms, Jerman. Peter Eisenmann berdiri tegak di tengah-tengah Holy Sands.
Matanya memandang jauh menyusuri lekuk-lekuk pekuburan Yahudi tertua di Eropa
itu. Sambil merapatkan jaket untuk menghindari angin dingin, dengan mata
terkatup, dia menghirup napas, membaui aroma lembap bercampur bau lumut di
tengah pekuburan yang berasal dari abad ke-11 itu. Dengan langkah pelan, dia
mengamati batu-batu nisan berbentuk segiempat yang tertanam dan tersebar tak
beraturan di seluruh area pekuburan.
Lalu datanglah ide
itu. Eisenmann bergegas kembali. Lalu pada November tahun itu juga, dia
memamerkan karyanya di depan lima anggota juri kompetisi desain Holocaust
Memorial di Berlin. Sebanyak 25 arsitek dan pematung yang namanya telah kondang
di mancanegara ikut berkompetisi di ajang ini. Rancangan Peter Eisenman bersama
koleganya, Richard Serra dan Gesine Weinmiller dari Berlin, terpilih sebagai
pemenang.
Proyek pembangunan
memorial dan desain kedua pemenang itu dipamerkan pada publik. Masyarakat
menyambut antusias desain rancangan Eissenman. Meski dinyatakan menang pada
kompetisi itu, Eisenmenn dan Serra masih harus bekerja keras. Atas saran
Kanselir Jerman saat itu, Helmut Kohl, desain memorial tersebut harus direvisi.
Pertengahan 1998,
Richard Serra mundur. Eisenmann ber-"solo karier" mempresentasikan
desain yang telah dimodifikasi berjudul "Eisenmann II". Namun,
lagi-lagi, proyek ini menemui hambatan karena hasil pemilihan parlemen membuat
Helmut Kohl tak lagi menjabat sebagai kanselir. Partai koalisi baru yang saat
itu baru berkuasa, SPD dan Partai Hijau, setuju untuk menyerahkan keputusan
proyek itu pada parlemen Jerman (Bundestag).
Menteri Negara
Kebudayaan dan Media Jerman, Michael Naumann, mengusulkan untuk mengombinasikan
bangunan memorial itu dengan perpustakaan, pusat riset, dan House of
Rememberance. Lagi lagi, Eisenmannn harus memodifikasi desainnya, sehingga
diluncurkanlah "Eisenmann III".
Enam bulan
kemudian, setelah pameran dan acara dengar pendapat, Bundestag memutuskan untuk
mewujudkan prakarsa memorial itu dan kembali pada desain Eisenmann sebelumnya,
"Eisenmann II", ditambah sebuah pusat informasi tentang korban korban
yang dibunuh.
Selain itu
dibentuklah Yayasan Stiftung Denkmal fuer die ermordete Juden Europas, yang
menjalankan keputusan tersebut, diketuai langsung oleh Presiden Jerman Wolfgang
Thierse dan Profesor Sibylle Quack sebagai direktur eksekutif.
Sepanjang tahun
2000, sang arsitek Eisenmann memulai penjajakan untuk membangun sebuah pusat
informasi yang dibangun tepat di bawah memorial yang ia rancang. Dari sekian
banyak proposal, terpilihlah rancangan Dagmar von Wilcken yang dianggap
harmonis dengan konsep Eisenmann.
Doktor Teori
Desain
EISENMANN lahir
pada 1932 di Newark, New Jersey, USA. Mempejari arsitektur pada 1951 sampai
1955 di Cornell University di Ithaca, New York, dan melanjutkan pada Columbian
University New York. Thesis doktornya diselesaikan dengan tema teori desain.
Pada 1957, ia
mulai bekerja pada pelbagai perusahaan konsultan arsitektur, termasuk
perusahaan milik Walter Gropius, The Architects Cooperative. Ia juga mulai
mengajar pada 1960 pada sederet universitas kondang termasuk Cambridge
University dan Princeton University. Ia sempat mengepalai Institute for
Architecture and Urban Studies di New York. Tak lama, ia meraih gelar
profesornya pada University of Maryland (1978), Harvard University (1982-1985),
dan The Cooper Union dan Ohio State University. Pada awal kariernya, Eisenman
dan teman temannya, Charles Gwathmay, John Hejduk, Michael Graves, dan Richard
Meier, membangun grup arsitek bernama The New York Five.
Eisenman juga
menulis sejumlah buku termasuk House X (Rizzoli), Fin diOu T Hous (The
Architectural Association), Moving Arrows, Eros and Other Errors (The
Architectural Association), dan House of Cards (Oxford University Press), serta
membantu Jacques Derrida ketika filsuf itu menulis buku Chora L Works
(Monacelli Press). Karya-karya Eisenmann secara teori banyak terkait dengan
Friedrich Nietzsche, Noam Chomsky, dan Jacques Derrida.
Awal 1980,
Eisenmann mendirikan perusahaan sendiri di New York dan sejak saat itu ia merancang
beberapa struktur penting. Namanya mulai mengorbit setelah desainnya untuk
perumahan dan bangunan komersial, baik di Amerika maupun Jerman, disukai orang.
Ia juga menjalin kerja sama dengan International Building Exhibition Berlin
pada 1987.
Karyanya yang
terkenal adalah sejumlah bangunan untuk kegiatan budaya di Amerika, termasuk
Wexner Center for the Visual Arts and Fine Arts Library, Greater Columbus
Convention Center di Columbus, Ohio. Proyek yang dirampungkan tahun 1990 adalah
kantor pusat Koizumi Sangyo Corporation di Tokyo.
Sejak 1990,
Eisenmann memenanggkan beberapa kompetisi penting tingkat internasional. Juni
1999, proyeknya untuk mendesain ulang waterfront di West Manhattan meraih
Respected Architectural Prize di Amerika. Desember 1999, ia diganjar sebagai
pemenang pertama pada kompetisi internasional untuk mendesain pusat budaya kota
Santiago de Compostela, Spanyol, yang terdiri dari museum, perpustakaan, dan
gedung opera. Saat ini, ia sedang menangani sebuah stadium American football di
Phoenix, Arizona, dengan kapasitas 60,000 penonton.
Untuk karya
karyanya yang impresif ini ia meraih penghargaan The Golden Lion pada
Architectur Biennale di Venice, pada 2004. Di samping itu, berbagai tulisan
Eisenmann yang telah dipublikasikan, aktivitas akademis internasional, dan
bermacam penghargaan internasional yang telah diterima membuatnya masuk jajaran
arsitek senior kelas dunia.
Jantung
Ministerial Garden
LOKASI Holocaust
Memorial terletak di bagian utara Ministerial Garden, antara Bahrenstrasse dan
Hannah-Arendt Strasse. Setelah kejatuhan dinding Berlin, asosiasi yang
mendukung ide ini menginginkan lokasi pembuatan berdirinya memorial itu tepat
di jantung kota Berlin pada bekas lokasi Ministerial Garden. Lokasi ini punya sejarah
sendiri. Pada pertengahan 1800, lokasi yang dimaksud tadi terletak di ujung
taman kota Grosser Tiergarten, antara Ebertstrasse dan Wilhelmstrasse.
Saat itu, terdapat
tujuh bangunan perumahan megah (residen) yang menyerupai istana. Tiap residen
memiliki satu kebun atau taman yang amat luas. Seiring dengan perkembangan
Berlin sebagi kota besar, awal tahun 1900 Pemerintahan Prussia --yang kemudian
berganti menjadi German Reich-- mengambil alih perumahan mewah tersebut menjadi
kantor kantor pemerintahan.
Wilhelmstrasse
atau Jalan Wilhelm menjadi pusat pemerintahan Jerman-Prussia. Kebun kebun luas
yang terletak dibelakang kantor kantor itu terkenal dengan nama Ministerial
Garden. Sampai tahun 1945, tempat ini masih menjadi kebun Wilhelmstrase Nomer
72 dan 73.
Kedua residen ini
memiliki kisah yang menarik. Pada 1920, Wilhelmstrasse 72 dijadikan sebagai
kantor kementrian urusan pangan. Pada 1937, Menteri Propaganda German Reich,
Joseph Goebbels, mendirikan gedung tambahan sebagai villa yang belakangan dilengkapi
dengan bungker. Musim semi 1945, kemegahan bangunan tersebut tak bersisa
setelah dibom habis Sekutu, cuma bungkernya yang utuh.
Puing-puing
bangunan di Wilhelmstrasse dibersihkan hingga tak berbekas pada awal 1960.
Kebun pelengkap kemegahan gedung gedung pemerintah pun lenyap. Apalagi saat
pembangunan dinding Berlin yang melintang beberapa meter dari situ. Pemandangan
yang tadinya bak taman firdaus pun berubah statusnya menjadi death-strip.
Setelah runtuhnya dinding Berlin, lokasi itu dibiarkan kosong sampai kemudian
didirikan memorial.
Sumber Klik
0 Comments: