SERBA SEPUH – Secara umum pengertian penjara adalah salah
satu tempat khusus yang dibangun untuk menahan, menyekap, menggali informasi,
dan menghukum mereka yang tidak patuh terhadap peraturan sebuah negara.
Bangsa-bangsa kolonial yang pernah singgah di tanah air, menjadikan penjara
sebagai tempat penyiksaan dan hukuman bagi para pejuang kemerdekaan.
Kota Surabaya adalah salah satu kota yang ‘dihiasi’ bangunan peninggalan bersejarah. Banyak
ditemukan bangunan-bangunan peninggalan Kolonial Belanda di kota ini, baik yang
sudah direvitalisasi maupun yang masih
terbengkalai. Salah satu peninggalan Kolonial Belanda yang memiliki sejarah
tentang tahanan adalah Penjara Kalisosok. Banyak cerita yang dimunculkan dari
balik dinding penjara yang memiliki penjara bawah tanah ini.
Baca juga : Mengungkap
Mitos Harta Karun VOC di Pulau Onrust
Nama Kalisosok diambil dari nama sebuah daerah di Surabaya
Utara, tepatnya berada di sebelah utara Jalan Rajawali dan Kembang Jepun. Meski
terlihat tak terawat, bagian pintu masuk Penjara Kalisosok terlihat masih
sangat kuat. Di atasnya terdapat ruang kantor para sipir penjara. Sedangkan di
sisi kiri pintu, terdapat plakat pemberitahuan: ‘Bangunan Cagar Budaya yang
dilindungi oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Sementara sisi kanan dan kiri dinding setinggi sekitar tiga
meter itu juga terlihat masih sangat kuat, meski sudah berlumut. Selain itu,
baik dari dalam maupun luar dinding, terlihat ditumbuhi pohon-pohon liar yang
sangat lebat. Penjara ini dibangun pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda ke 36, Herman Willem Daendels.
Penjara berada di daerah yang sekarang bernama Kembang Jepun
dan Rajawali, pun dikuasai dan digunakan oleh koloni selanjutnya, Jepang, tahun
1940 hingga 1943. Para tahanan baik pejuang maupun rakyat jelata, bahkan
mengalami perlakuan yang lebih kejam dari penguasa sebelumnya.
Banyak pejuang yang pernah merasakan pahit dan getirnya
hidup di balik terali besi ini beberapa diantaranya; H.O.S Tjokroaminoto, WR.
Soepratman, dan proklamator RI, Ir. Soekarno. Setelah Indonesia merdeka pada
tahun 1945, penjara ini masih digunakan namun hanya bagian atasnya saja, yakni
sebagai penjara para tahanan politik. Sementara ruangan bagian bawah tanah
tidak digunakan, penjara ini digunakan dari tahun 1960 hingga 1970’an. Saa itu
Negara Indonesia diramaikan dengan situasi politiknya yang memanas, dan
munculnya gerakan serta isu Komunisme.
HOS Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam pernah mendekam di
penjara Kalisosok. Bahkan, Tokoh Marhaenis dan pejuang rakyat Surabaya Doel
Arnowo, pun pernah mendekam selama sembilan bulan Penjara ini baru ditutup pada
tahun 2000 itu.
Pada saat perjuangan anti-fasisme, penjara Kalisosok juga
menjadi saksi penangkapan para aktivis anti-fasis, yang tergabung dalam gerakan
rakyat anti-fasis. Diantara tokoh anti-fasis yang tertangkap, antara lain:
Pamudji, Sukayat, Sudarta, dan Asmunanto. Bahkan, tokoh utama gerakan
anti-fasis saat itu, yaitu Amir Syarifuddin, juga ditangkap dan dipenjara di
sini.
Ketika sekutu mendarat di Surabaya, Kalisosok juga pernah
menjadi saksi sejarah keberanian rakyat Surabaya melawan pasukan Inggris. Pada
26 oktober 1965, pasukan Inggris dibawah pimpinan Kapten Shaw menyerbu penjara
Kalisosok untuk membebaskan seorang perwira Belanda, Kolonel Huiyer.
Di jaman orde baru, penjara Kalisosok juga menjadi saksi
kekejian rejim Soeharto terhadap tapol Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
ormas-ormasnya. Banyak diantara mereka, sebelum dibuang ke pulau buru atau
nusakambangan, harus mendekam dan mendapatkan penyiksaan di Kalisosok.
Orde baru juga menjadikan LP Kalisosok sebagai tempat
pemenjaraan dan penindasan terhadap tapol asal Timor Leste. Bahkan, dua aktivis
Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang saat itu menentang rejim orde baru, juga
mendekam dalam penjara Kalisosok, yaitu Coen Husein Pontoh dan Mohamad Soleh.
Seangker-angkernya penjara Kalisosok, seketat-ketatnya
pengamanan oleh penjaga, tetapi ada juga tahanan yang berhasil meloloskan diri.
Sejak tahun tahun 1968-1969, ada tujuh orang tahanan politik yang berhasil
melarikan diri dari penjara berdinding tebal itu. Ketujuh tapol itu adalah
Bardi Harsono, Kadarisman, Karmaji, Karyono, Kadis,Tahak, dan Sarman.
Pada tahun 1977, orang digemparkan oleh berita kaburnya
sejumlah narapidana dari Kalisosok. Tahanan itu bernama Ronny Siswanto, Asmat,
Raharjo dan Lukito. Tiga yang disebut belakangan berhasil ditangkap kembali.
Namun, setelah diselidiki, bebasnya para napi itu tidak lepas dari kelihaian
mereka menyuap petugas untuk mengurangi masa tahanan.
Penjara Kalisosok juga menyimpan cerita heroik. Kala itu,
sekitar Oktober 1945, ketika berita kemerdekaan berhasil menyelinap masuk
penjara, para tahanan pun membentuk laskar bernama “Laskar Pendjara”. Pimpinan
laskar ini adalah seorang tukang becak, namanya mayor Dollah. Sebagaimana
ditulis Bung Tomo dalam bukunya, Kisah Perang 10 November, yang terbit tahun
1950, diceritakan bahwa pemberontakan dalam penjara ini berhasil menjebol
tembok penjara sisi utara.
Sekarang, areal penjarang yang mencapai 3,5 ha itu sudah
tidak begitu terawat (tampak dari menara pengawas yang sudah berdebu dan
terbengkalai). Satu-satunya bagian yang paling terawat adalah dinding luar
eks-penjara tersebut yang dicat oleh para seniman kota. Dinding tersebut dicat
dan digambari dengan suasana kota yang ramah dan menyenangkan, sangat jauh dari
kesan menyeramkan. Suwun.
0 Comments: