Yakuza, julukan bagi geng kriminal setara mafia di Amerika, selama berabad-abad memegang teguh moral tradisional samurai: kepatuhan dan kesetiaan penuh kepada atasan, kehormatan diri, dan rasa malu.
SERBA SEPUH - Berawal
dari para pemuda pembela warga desa berjuluk machi yakko, geng-geng kejahatan
terorganisasi di Jepang bermunculan sejak Abad Pertengahan. Yakuza, julukan
bagi geng kriminal setara mafia di Amerika, selama berabad-abad memegang teguh
moral tradisional samurai: kepatuhan dan kesetiaan penuh kepada atasan,
kehormatan diri, dan rasa malu.
Kesetiaan itu dulu
ditandai dengan sumpah dan memotong satu ruas jari kelingking. Selain bisnisnya
yang menggurita, jumlah anggotanya mencapai hitungan ratusan ribu orang yang
tersebar ke berbagai belahan dunia. David E. Kaplan, wartawan investigasi
majalah Amerika Serikat, U.S. News and World Report, menelusuri jejak geng
tersebut bersama rekannya Alec Dubro. Berikut kisahnya yang dinukil dari
terjemahan buku mereka, Yakuza: Japan's Criminal Underworld yang akan saya
bagikan secara berseri di serba sepuh ini.
Orang Sisilia akan
memanggilnya capo di tutti capi --bos dari segala bos. Pada usia 65 tahun, ia
bertakhta sebagai yakuza paling berkuasa di Jepang berkat kemampuannya yang
luar biasa maupun bantuan kawan-kawannya, seperti Kodama Yoshio. Ia adalah
Taoka Kazuo, bos ketiga Yamaguchi-gumi sekaligus pemimpin dari 12.000 yakuza di
seluruh Jepang.
Taoka memancarkan
kepercayaan diri dan kekuasaannya ketika duduk dalam kelab malam Bel Ami. Kelab
tersebut terletak di distrik hiburan Kyoto yang padat. Kyoto merupakan ibu kota
Jepang kuno, pusat kebudayaan, sekaligus "benteng pertahanan"
kelompok Yamaguchi sejak lama. Saat itu, di panggung, tarian limbo yang sedang
dibawakan hampir mencapai klimaks dan sekitar 50 tamu bertepuk tangan.
Waktu itu Selasa
menjelang malam, Juli 1978. Seorang pria muda berkemeja putih bangkit dari
kursinya dan berjalan pelan-pelan menuju meja dekat panggung, tempat Taoka dan
lima pengawal pribadinya duduk. Dari jarak 4,5 meter, ia mengeluarkan pistol
kaliber 38 dan menembakkannya ke arah Taoka, menimbulkan lubang di leher sang
godfather. Pada saat pria tadi lari menyelamatkan diri, Taoka segera dilarikan
ke rumah sakit terdekat dengan mobil Cadillac antipeluru disertai pengawalan
polisi.
Orang yang
menyerang Taoka adalah Narumi Kiyoshi. Ia berumur 25 tahun dan merupakan
anggota sebuah geng di bawah sindikat Matsuda. Sindikat tersebut merupakan
saingan berat Yamaguchi-gumi yang juga aktif beroperasi di Jepang bagian barat.
Bos Matsuda-gumi tewas pada 1975 dalam perang memperebutkan wilayah melawan
Yamaguchi-gumi. Narumi dan anggota geng Matsuda lainnya menelan abu jenazah
oyabun mereka yang mati terbunuh dan bersumpah akan membalas dendam.
Taoka berhasil
diselamatkan. Tetapi, tidak demikian dengan nasib Narumi. Ia ditemukan tewas
terbunuh secara brutal beberapa minggu kemudian di lereng gunung dekat Kobe,
lokasi markas besar Yamaguchi-gumi.
Upaya pembunuhan
tadi meletuskan perang antargeng seperti pernah terjadi di Chicago, Amerika
Serikat, pada 1930-an. Yakuza bertempur melawan Yakuza pada siang bolong.
Mereka saling meyerang di jalan raya dan menyerbu markas lawan. Sedikitnya lima
anggota Matsuda-gumi lainnya terbunuh dalam aksi balas dendam berdarah
berikutnya.
Selama 35 tahun
berkuasa, Taoka Kazuo mengelola sindikatnya dengan menggunakan keahlian khusus
orang Jepang, yakni dengan teknik inovatif sembari mempertahankan nilai-nilai
tradisional. Walaupun mengendalikan lebih dari 2.500 bisnis, perjudian canggih,
dan jasa peminjaman uang dengan bunga tinggi, serta investasi besar dalam
bidang olahraga dan hiburan, Yamaguchi-gumi masih mematuhi pola-pola feodal
yang sudah ada sejak 300 tahun lalu.
Hierarki Kekuasaan yang Berjenjang
Manajemen
sehari-hari sindikat tersebut, sebagaimana kelompok yakuza lainnya, bergantung
pada hubungan kuno oyabun-kobun dilengkapi dengan ikatan fiktif yang merentang
dari "orangtua" tertinggi hingga "anak" terendah.
Jejak-jejak feodal seperti itu tidak mengganggu aktivitas yakuza tatkala mengadaptasi
dunia perusahaan modern. Taoka wafat akibat serangan jantung pada 23 Juli 1981.
Posisinya digantikan oleh Takenaka Masahisa. Polisi memperkirakan,
Yamaguchi-gumi memiliki pendapatan kotor sebesar US$ 460 juta per tahun.
Di atas itu semua,
Taoka bertakhta laksana shogun dunia hitam. Biasanya, sang godfather tidak
mengikuti kegiatan sehari-hari sindikat. Hal itu diserahkan kepada wakilnya,
Yamaken, yang bertindak tak ubahnya presiden direktur "Perusahaan
Yamaguchi" [Yamaken, bernama asli Yamamoto Ken'ichi, tangan kanan Taoka
yang wafat tak lama setelah Taoka sendiri wafat]. Pada hari kelima setiap
bulan, Yamaken mengadakan rapat dengan 12 bos tertinggi Yamaguchi-gumi yang
berfungsi seperti dewan direksi. Mereka menentukan kebijakan sindikat dan
membagi keuntungan yang diperoleh dari bisnis dunia hitam Jepang.
Secara
keseluruhan, ada 103 bos Yamaguchi yang berasal dari sekitar 500 geng terpisah.
Para bos berkuasa sesuai dengan prinsip hubungan oyabun-kobun. Di puncak
tertinggi piramida kekuasaan adalah empat orang shatei atau
"adik-adik" Taoka. Juga berada di puncak piramida adalah delapan
direktur lain yang disebut wakagashira hosa (asisten pemimpin muda). Salah satu
dari mereka akan ditunjuk sebagai wakagashira (pemimpin muda). Setelah itu,
masih terdapat enam sanrokai atau kelompok konsultan senior.
Di bawah hierarki
tersebut ada sejumlah posisi yang lebih rendah: seorang kanbu atsukai
(eksekutif) dan 83 wakashi (pemuda). Setiap wakashi akan membawahkan sekelompok
kobun (anak) atau kumi-in (prajurit). Dalam geng-geng individual ini terdapat
struktur hubungan yang mirip. Semuanya didasarkan pada sistem oyabun-kobun.
Selain itu, masih banyak pemagang dan kelompok pinggiran lain yang harus
diawasi.
Uang dalam jumlah
yang sangat besar mengalir melalui hierarki feodal. Setiap geng besar yang
berafiliasi maupun Yamaguchi-gumi sendiri mengeluarkan laporan keuangan mereka
saban tahun. Setiap bulan, semua geng diminta mengirimkan uang ke markas besar
Yamaguchi-guni, yang jumlahnya sering mencapai ribuan dolar. Masih ada bentuk-bentuk
iuran lain, seperti hadiah Tahun Baru, uang untuk setiap anggota yakuza yang
baru dibebaskan dari penjara, dan uang untuk membiayai kunjungan inspeksi para
petinggi Yamaguchi-gumi. Juga ada uang pemakaman. Ambil contoh upeti buat biaya
pemakaman Taoka yang menghasilkan uang hingga hampir US$ 500.000.
Menurut perkiraan
polisi, Taoka menerima upeti tahunan dari berbagai geng yang mencapai lebih
dari US$ 2,1 juta. Angka tersebut bertambah pada dekade berikutnya. Pada awal
1990-an, markas besar Yamaguchi-gumi menerima upeti dan uang iuran sebebsar US$
13 juta dari seluruh geng yang berafiliasi dengannya. Menurut berbagai sumber,
sebanyak 110 bos tertinggi dari geng-geng tersebut membayar iuran keanggotaan
setiap bulan sebesar US$ 6.000-8.000.
KontribusiTerbesar Taoka Kazuo
Bagi orang-orang
Jepang yang hidup di jalanan, Yamaguchi-gumi memang sepertinya ada di
mana-mana. Dalam bisnis tradisional yakuza, Yamaguchi-gumi menguasai Jepang
bagian barat. Berbagai geng yang berafiliasi dengannya mengendalikan buruh
harian di pelabuhan dan perusahaan konstruksi; memonopoli ratusan pengelola
kios kaki lima; memeras uang dari bar lokal dan perusahaan nasional; serta
mengelola berbagai bentuk perjudian, mulai tebak angka di pojok jalan hingga
permainan kartu tingkat tinggi dengan taruhan mencapai jutaan dolar setiap
malam.
Mereka mengontrol
partai-partai politik dan bekerja sebagai asisten kampanye bagi para kandidat
golongan kanan. Mereka juga mengelola kelab malam dan kabaret, lengkap dengan
penghibur, pelacur, dan hampir semua yang diinginkan publik tapi tidak
seharusnya mereka miliki.
Kontribusi
terbesar Taoka Kazuo adalah memaksa perekonomian Jepang yang sedang berkembang
pesat agar mau membuka diri terhadap dunia hitam yang menjadi modern dalam
waktu cepat. Pada 1953, Yamaguchi-gumi mengelola 12 perusahaan yang utamanya
bergerak dalam bidang tenaga kerja pelabuhan. Pada awal 1960-an, Taoka menjadi
Wakil Ketua National Longshoremen's Association. Sepuluh tahun berselang,
sindikat Yamaguchi-gumi telah mengembangkan diri ke bidang tinju profesional,
sumo, dan gulat gaya barat.
Bersama dengan
sindikat terkemuka lainnya, Yamaguchi-gumi mengendalikan sekitar 100 perusahaan
produksi dalam bisnis hiburan. Selain itu, puluhan agensi pencari bakat dan
penyalur tenaga kerja berada di bawah pengaruh yakuza. Banyak artis yang tidak
bisa tampil di panggung kalau tidak disponsori yakuza. Rumah-rumah produksi
yang sangat haus akan film-film gengster juga berada di bawah pengaruh yakuza.
Yamaguchi-gumi
juga bergerak ke bisnis lain di luar hiburann. Walaupun ada larangan resmi dari
sindikat-sindikat besar agar tidak menjual narkotika, para anggota
Yamaguchi-gumi menjual narkoba sebagai cara termudah untuk melunasi iuran
bulanan. Meledaknya perdagangan metamfetamin, jenis narkoba paling populer di
Jepang, memberikan sumber pemasukan yang menguntungkan dan akan terus
berkembang. Pada 1970-an pula, polisi memperkirakan, hampir setengah pemasukan
yakuza dihasilkan dari penjualan metamfetamin.
[Yamaguchi-gumi
memang bukan satu-satunya sindikat yakuza yang beroperasi di Jepang. Kelompok
ini memang yang terbesar, dengan jumlah anggotanya pada 2001 diperkirakan lebih
dari 17.000 orang. Selain kelompok ini, masih ada sekurang-kurangnya 24
sindikat lain yang memiliki anggota jauh lebih sedikit. Sebut saja sindikat
berjuluk Sumiyoshi-kai yang bermarkas di Tokyo, dengan jumlah anggota sekitar
6.200 orang. Lalu, ada lagi keluarga mafia Inagawa-kai yang juga bermarkas di
Tokyo yang diperkuat sekitar 5.100 personel. Lihat Tabel: 10 Sindikat Terbesar
Yakuza, 2001.]
Penjahat Terhormat Abad Pertengahan
Orang bisa
menyebut Fujita Goro sebagai penulis tema-tema yakuza. Ia mantan gengster. Ia
juga veteran Tosei-kai, geng yang mayoritas beranggotakan orang Korea. Geng
tersebut terkenal kejam dalam mengawasi kelab-kelab malam di Ginza, sebuah
distrik terkenal di Tokyo. Tetapi, Fujita Goro tidak lagi berpatroli di jalan
pada malam hari sebagai "polisi Ginza" sebagaimana Tosei-kai dulu
dikenal. Kini, ia tak ubahnya selebriti di kalangan yakuza: novelis, sejarawan,
sekaligus pendongeng dunia hitam Jepang. [Dari tangannya lahir tak kurang dari
30 novel tentang yakuza.]
Di rumahnya yang
nyaman di pinggiran Tokyo, Fujita mengadakan seminar langka khusus tentang
sejarah yakuza bagi para tamu. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan foto-foto lama
yang memperlihatkan para bos yakuza terdahulu. Foto-foto tersebut diselipkan di
antara halaman buku bersampul tebal berjumlah lusinan jilid dan disimpan di rak
yang kokoh. Perpustakaan ruang kerjanya dipenuhi koleksi literatur Jepang yang
unik seperti buku tentang pedang, senjata api, ilmu beladiri, sejarah umum,
sejarah regional, perang, dan kelompok sayap kanan.
Bagi Fujita dan
rekan-rekannya, sejarah kejahatan terorganisasi di Jepang adalah sejarah mulia,
sarat cerita yakuza ala Robin Hood yang membantu orang kecil. Pahlawan dalam
cerita-cerita semacam itu adalah korban masyarakat yang melakukan perbuatan
baik, para pecundang yang akhirnya menang, ataupun orang yang menjalani hidup
sebagai buronan secara bermartabat. Cerita-cerita tersebut menjadi pokok citra
diri yakuza sekaligus persepsi publik tentang mereka.
Baik para pakar
yakuza maupun sejarawan Jepang mendebat akurasi gambaran yakuza yang disodorkan
Fujita. Namun, persepsi bahwa kejahatan terorganisasi di Jepang memiliki masa
lalu yang mulia tetap bertahan dalam diri orang Jepang --termasuk polisi.
Supaya bisa memahami citra romantis yakuza, kita harus mundur ke empat abad
silam, tepatnya ke Jepang pada Abad Pertengahan, yang merupakan sumber dari
legenda-legenda yakuza modern.
Walaupun para abdi
shogun di masa itu (hatamoto yakko) kelihatannya menjadi nenek moyang sejati
dunia hitam Jepang, yakuza modern tidak mengidentifikasi diri dengan mereka.
Yakuza modern justru mengidentifikasi diri dengan musuh abdi shogun, yaitu
machi yakko atau pelayan kota. Machi yakko adalah sekelompok pemuda kota yang
bergabung untuk menghalau serangan hatamota yakko yang semakin lama semakin
meresahkan penduduk.
Awalnya GengPenjudi dan Pedagang
Kisah machi yakko
yang paling terkenal adalah Chobe Banzuiin. Ia berasal dari keluarga ronin
(samurai tak bertuan) di Jepang Selatan. Chobe berkelana ke Tokyo sekitar tahun
1640 dan bergabung dengan saudara laki-lakinya yang menjadi kepala pendeta di
suatu kuil Buddha. Ia menjadi makelar buruh yang bertugas merekrut para pekerja
guna membangun jalan-jalan di sekeliling Tokyo dan memperbaiki tembok-tembok
batu di sekitar istana shogun.
Chobe juga membuka
rumah judi, suatu usaha yang kelak menjadi dasar cara kerja yakuza. Sistem
taruhan tidak hanya digunakan untuk menarik perhatian buruh supaya mau berjudi,
melainkan juga memungkinkan Chobe mendapatkan kembali gaji yang telah ia
bayarkan kepada mereka. Menurut cerita, Chobe menjadi pemimpin machi yakko di
Tokyo dan ia mati dibunuh musuh bebuyutannya, Mizuno Jurozaemon, pemimpin
hatamoto yakko Tokyo. Bersambung…..
0 Comments: