SERBA SEPUH – Sogeng rawoeh
doeloer. Lumrahnya, para prajurit yang
turun bertempur ke medan peperangan adalah para prajurit pria. Namun apabila
doeloer-doeloer mengetahui fakta mengejutkan ini, maka kesan panjenengan pertama
kali adalah tidak percaya, atau mungkin malah gumun.
Namun inilah fakta di Rusia,
ternyata kaum wanita ikut bertempur di medan perang dan membunuh musuhnya
dengan berdarah dingin dan penuh ketenangan sebagai sniper. Jumlah korban yang
menjadi tumbal peluru senapannya pun tidak main-main.
Sejarah mencatat, bahwa dalam medan
pertempuran Perang Dunia II yang punya pasukan sniper (penembak jitu wanita).
Jumlah mereka pun sekitar 800.000 sniper wanita, dan dari jumlah tersebut ada
sekitar 2.000 yang dapat dikategorikan sebagai penembak jitu andal.
Total "prestasi" mereka
dalam Perang Dunia II adalah menewaskan lebih dari 12.000 tentara Nazi Jerman
dengan senapan sniper Mosin-Nagat atau Tokarev SVT-40 mereka.
Inilah sosok-sosok cantik namun
mematikan yang pernah dicatat oleh sejarah tersebut.
Klavdiya Kalugina
Banyak yang percaya bahwa perempuan
mempunyai kemampuan lebih baik dalam menembak jitu dibandingkan dengan pria.
Dan seorang Klavdiya Kalugina adalah salah satunya. Klavdiya Kalugina tercatat sebagai
sniper Uni Sovyet termuda yang pernah terjun dalam Perang Dunia II. Di usia
yang baru menginjak 17 tahun, Klavdiya merupakan sniper terbaik dari 17.000
perempuan Uni Sovyet yang ikut perang.
Klavdiya merupakan lulusan Komsomol
Sniper School. Begitu terjun ke dalam perang, teman baiknya tewas terbunuh oleh
tentara Jerman. Hal inilah yang kemudian memancingnya menjadi pembunuh yang
mematikan dalam hal sniper. Tercatat dia telah membunuh sebanyak 257 tentara
musuh baik dari pihak Jerman, Italia, maupun Jepang.
Pada Perang Dunia 2 di perbatasan
Prusia Timur, Shanina menewaskan 26 tentara Jerman . Menurut penghitungan
terakhir Shanina telah menewaskan 59 tentara musuh (54 menurut sumber yang
lain).
Koran Sekutu menjulukinya sebagai
“Teror Tak Terlihat di Prusia Timur”. Dia menjadi sniper wanita Soviet pertama
yang dianugerahi Order of Glory dan merupakan prajurit pertama dari Front
Belorusia ke-3 yang menerimanya. Shanina tewas pada usia 20 tahun dalam
Pertempuran di Prusia Timur Januari 1945, saat melindungi seorang komandan unit
artileri yang terluka parah.
Lyudmila Mykhailivna Pavlyuchenko
Lyudmila yang berparas cantik ini
adalah seorang sarjana lulusan Universitas Lyiv sebelum bergabung sebagai
sniper dalam militer Uni Soviet. Gadis jelita ini menjadi sniper yang paling
ditakuti oleh Nazi Jerman karena "catatan kematian"-nya yang membuat
geleng-geleng kepala. Apa pasal?
Hanya dalam waktu 14 saja sejak ia
bertugas di Divisi Senapan Ke-25 Tentara Merah Soviet, Lyuda (demikian
panggilan Lyudmila) sudah menewaskan sebanyak tak kurang dari 390 tentara musuh
lewat bidikannya yang presisi.
Sayangnya, Lyudmila harus ditarik
mundur dari medan peperangan, karena terluka akibat gempuran mortir Jerman yang
membabi buta. Sejak saat itu, Lyuda tak pernah lagi terjun ke medan
pertempuran.
"Prestasi" Lyudmila dalam
membunuh banyak musuh akhirnya bahan” propaganda oleh Pemerintah Soviet. Ia pun
sering diundang sebagai pembicara untuk memberikan kesaksian terkait kiprahnya
di medang Perang Dunia II dalam rangka menyemangati kaum wanita negerinya untuk
berbakti kepada negara.
Lyuda bahkan jadi warga Soviet
pertama yang pernah diundang ke merika Serikat Franklin Delano Roosevelt,
beserta istri, Eleanor Roosevelt.. Setelah perang usai, ia melanjutkan
kuliahnya dan menjadi sejarawan. Kehidupannya sempat dibuat film pada 2015
dengan judul " Battle for Sevastopo.
Roza Georgiyevna Shanina
Lahir pada tanggal 3 April, 1924 di
desa Yedma (Arkhangelsk Oblast), sebuah daerah di barat laut Rusia, Sebelum
masuk militer, Shanina pernah bekerja sebagai guru TK, dimana ia disukai oleh
anak-anak asuhannya serta orang tua mereka. Ia melakukan itu di siang hari,
dimana malamnya ia kuliah. Saat invasi Jerman terjadi ke kotanya Arkhangelsk,
Shanina terlibat dalam regu pemadam kebakaran serta berjaga-jaga di atap gedung
untuk melindungi TK tempatnya bekerja.
Masuk militer secara sukarela
setelah kematian beberapa saudaranyanya pada tahun 1941 akibat pengeboman oleh
pihak Jerman dan memilih untuk menjadi penembak jitu di garis depan. Setelah
bergabung dengan militer, Shanina belajar di Central Female Sniper Academy dan
lulus dengan nilai yang luar biasa. Dipuji karena akurasi tembakannya, Shanina
mampu menghantam musuh yang sedang bergerak dan membuat doublet (mengenai dua
target dengan dua tembakan secara berurutan).
Pada bulan April 1944 Roza membunuh
seorang tentara Jerman untuk pertama kalinya. Pada Agustus 1944 pasukan Soviet
telah mencapai perbatasan Soviet dengan Prusia Timur dan pada 31 Agustus tahun
itu korban Shanina sudah mencapai 42 orang musuh. Divisi Senapan ke 184 dimana
Shanina ditugaskan menjadi unit Soviet pertama yang masuk ke Prussia Timur.
Pada saat itu, dua surat kabar Kanada, Ottawa Citizen dan Leader-Post,
melaporkan bahwa Shanina menewaskan lima orang Jerman dalam satu hari dari
tempat persembunyiannya. Kemudian pada bulan September jumlah korbannya telah
mencapai 46 orang. Pada tanggal 17 September, rekor bertambah menjadi 51
korban. Pada 16 September 1944, Shanina dianugerahi Orde Glory Kelas Dua untuk keberaniannya dalam berbagai
pertempuran melawan Jerman di tahun itu.
Pada 26 Oktober 1944 Shanina
menerima Medali Keberanian. Shanina berjuang bersama-sama dengan Kapten Igor
Aseyev, Pahlawan Uni Soviet, dan menyaksikan kematian sang Kapten pada tanggal
26 Oktober 1944.
Pada tanggal 12 Desember tahun
1944, penembak jitu musuh menembak Shanina di bahu kanannya. Dia menulis dalam
buku hariannya bahwa dia tidak merasakan sakit, "bahuku hanya seperti
tersiram air panas." Meskipun cedera, yang digambarkannya sebagai
"dua lubang kecil" oleh Shanina, ia tetap harus menjalani operasi
medis dan lumpuh selama beberapa hari.
Kematiannya
Pada bulan Januari 1945 dalam
jurnalnya, Roza mengungkapkan bahwa ia tahu saat kematiannya mungkin sudah
dekat. Waktu itu ia berada di garis depan dan serangan Rusia sedang dihadang
oleh pertahanan Jerman yang kuat dan korban tewas di pihak Rusia terus
meningkat. Hampir semua anggota batalionnya telah terbunuh, sebanyak 72 orang
dari 78 temannya tewas dalam pertempuran tersebut. Pada 27 Januari 1945 Roza
Shanina terluka parah saat menyelamatkan nyawa seorang komandan unit artileri
yang terluka.
Tubuh Roza Shanina kemudian ditemukan dengan luka menganga yang
hebat di dadanya akibat pecahan peluru meriam yang meledak. Dia meninggal
karena luka-lukanya pada hari berikutnya di dekat medan perang Prussia Timur.
Kata-kata terakhirnya mengatakan, bahwa dia menyesal karena hanya melakukan
begitu sedikit untuk tanah airnya sebelum meninggal. Shanina telah menerima
banyak penghargaan anumerta dan catatan-catatannya telah dituangkan dalam berbagai
buku.
Disarikan dari berbagai sumber
0 Comments: