lukisan Diponegoro koleksi Leiden Museum S erba Sepuh – Selamat datang para doeloer Serba Sepuh. tak terasa hampir sepuluh windu b...

Rekam Jejak Raden Djoned Sang Pelopor Para Jawara Betawi


raden djoned
lukisan Diponegoro koleksi Leiden Museum

Serba Sepuh – Selamat datang para doeloer Serba Sepuh. tak terasa hampir sepuluh windu bangsa ini merdeka, lebih tepatnya agustus kemarin kita memperingatinya dirgahayu ke 71. Sepeti halnya kemarin, setiap 10 November bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Pada Hari Pahlawan ini, saya bagikan satu cerita tentang kisah kepahlawanan yang jarang kita ketahui, meski alur ceritanya sejatinya tidak jauh dari sosok yang sangat terkenal. Pangeran Diponegoro. Lebih tepatnya cerita yang saya angkat ini adalah kisah keheroikan putra pencetus perang Jawa ini.

Dikisahkan, saat Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibuang ke Batavia, ia diikuti putera pertamanya yang bernama Raden Djoned. Saat Pangeran Diponegoro ditahan di Batavia ia ikut dipenjara, lalu ketika Pangeran Diponegoro dan kerabatnya naik kapal untuk dibuang ke Manado. Raden Djoned ini nekat nyebur ke laut dan berenang ke arah sebuah pulau, waktu ia nyebur pasukan Belanda tidak sadar, dan sama sekali tidak ketahuan. Raden Djoned ini sampai ke Pulau tak berpenghuni di kepulauan seribu.

Selama seminggu ia menunggu di pulau itu lalu ada kapal nelayan kecil yang merapat, rupanya nelayan itu adalah penduduk kampung laut (sekarang sekitar jalan Lagoa). Raden Djoned akhirnya ditolong nelayan itu dan dibawa ke kampung laut, hanya beberapa hari di kampung laut, datanglah seorang kyai Betawi yang tahu bahwa ini pasti orangnya Diponegoro, kyai itu langsung membawanya ke arah Jatinegara agar jangan sampai ketahuan pihak Belanda. Lalu kyai itu mengorek keterangan bahwa memang ternyata Raden Djoned adalah anak sulung Pangeran Diponegoro.

Kyai itu gembira, lalu ia mengarahkan Raden Djoned bertemu dengan kelompok Matraman yang merupakan keturunan langsung dari serdadu-serdadu Mataram. Di kampung Matraman Raden Djoned berusaha membangun kantung-kantung perang. Tercatat memang kemudian Raden Djoned berhasil membangun kelompok anti Belanda dan menyebarkan pelajaran silat Mataraman.

Kemajuan dari perkumpulan Djoned ini luar biasa, langkah pertamanya adalah memperbaiki masjid Matraman yang rencananya akan jadi pusat pertempuran baru Perang Diponegoro di Batavia. Sayangnya seorang Haji kaya terlalu berlebihan dan bersemangat membangun masjid sehingga masjid terlihat mewah, inilah yang menimbulkan kecurigaan dari Belanda kenapa kok di Matraman tiba-tiba mendadak ramai. Intel-Intel Belanda bergerak ke Matraman dan ditemukan kejutan luar biasa, ternyata putera sulung Pangeran Diponegoro yaitu Raden Djoned berada di Matraman.

Kontan para petinggi militer berunding, akhirnya setelah mendapatkan informasi memang benar bahwa salah seorang daftar tawanan menghilang. Diputuskan agar penangkapan Raden Djoned tidak menimbulkan kehebohan agar tidak memancing pihak lain membela Raden Djoned, karena kabarnya di wilayah Banten ada kelompok radikal yang bisa saja membela Raden Djoned. Dipilihlah penyergapan ke rumah Raden Djoned.

Tapi beruntung bagi Raden Djoned, saat penyergapan ia sedang berada di Kampung Kuningan bertemu dengan Raden Mustahid keturunan langsung Pangeran Kuningan. Berita penyergapan Raden Djoned ini membuat Raden Djoned langsung diungsikan oleh Raden Mustahid ke sebuah kampung dekat hutan jati, bernama Cilandak. Dari Cilandak kemudian dengan menggunakan gerobak Raden Djoned diungsikan ke Bogor Timur. Di Bogor itu Raden Djoned membangun kampung bernama Jabaru atau Jawa Baru. Di sebuah bukit kecil dekat kampung Jabaru digunakan tempat menernak kuda dan melatih kuda-kuda tunggangan daerah itu kemudian dikenal sebagai “Pasir Kuda”. Di sebelah timur dibuatkan kampung Dukuh Jawa.



Raden Djoned terus melakukan gerakan kladenstin melawan Belanda salah satu hasilnya adalah pemberontakan di Condet, gerakan-gerakan radikalisasi petani. Raden Djoned juga menyebarkan ilmu silat dimana jawara-jawaranya anti Belanda, pada tahun 1945 para jawara yang baik langsung ataupun tidak langsung mendapatkan tularan ilmu silat Diponegoro ini kelak menjadi petarung-petarung jalanan Revolusi di jam-jam pertama Revolusi Kemerdekaan seperti : Nurali atau Haji Darip. Sekian. Nuwun.

0 Comments: