SERBA SEPUH - Perjalanan batin Lady Diana ternyata penuh
liku dan lelaki. Itu terungkap dalam buku baru berjudul The Diana Chronicle
yang ditulis Tina Brown. Mantan pemimpin redaksi majalah Inggris, Tatler, ini
mewawancarai sejumlah sumber sebelum menulis buku setebal 542 halaman itu. Di
buku laris yang kehadirannya seakan melengkapi semarak peringatan 10 tahun
meninggalnya Putri Diana itu, Tina juga menulis bahwa Diana pernah berniat
menjadi wanita muslim, agar bisa menikah dengan dr. Haznat Khan dari Pakistan.
Bagaimana kisahnya? Berikut saya nukilkan untuk sampeyan
semua. Monggo..
Agustus 1997, tanggal 31. Paris. Mobil hitam yang ngebut
melewati Terowongan Pont d'Alma, setelah tengah malam itu, membawa wanita
paling kondang sedunia: Putri Diana. Wanita berambut pirang dan idola dunia
yang menjulurkan kakinya di jok belakang Mercedes hitam itu tengah kacau
pikirannya.
Ekspresi wajahnya yang kalut terlihat di kamera Hotel Ritz,
ketika ia melangkah melewati pintu putar di belakang hotel di Rue Cambon,
sebelum masuk Mercedes. Itulah saat-saat terakhir hidup sang putri. Sesaat
kemudian, Mercedes hitam yang ditumpanginya menghantam tembok penyangga
Terowongan Pont d'Alma.
Mobil mewah itu luluh lantak, disaksikan para paparazzi yang
terus-menerus menguntitnya. Dodi Al-Fayed, pacar Diana, tewas di tempat.
Sedangkan Putri Diana sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tak
tertolong.
Sebetulnya Diana sudah ingin segera cabut dari Prancis,
kembali ke Inggris. Pada tengah malam di Paris bersama Dodi Fayed, Putri Diana
tahu bahwa segala sesuatunya serba lepas kendali.
"Dia ingin cepat pulang. Dia ingin menemui kedua
anaknya. Dia bukan bintang pop. Dia seorang Putri Inggris yang biasa lewat
pintu depan dan melewati karpet merah," ujar Arthur Edwards, fotografer
Kerajaan Inggris.
Sejak bercerai dengan Pangeran Charles, Diana harus menerima
keadaan bahwa ia bukan lagi keluarga kerajaan. Kehadirannya harus
disembunyikan. "Harus lewat pintu belakang dan menumpang mobil samaran,
seperti dilakukan Dodi," kata Arthur.
Bahkan kehadirannya tidak diketahui Duta Besar Inggris
maupun Pemerintah Prancis. Pada bulan Agustus, banyak orang Prancis datang ke
Deauville melihat pertandingan polo atau berwisata ke Loire atau Bordeaux. Dodi
juga punya tempat peristirahatan milik ayahnya, Mohamed Al-Fayed, pengusaha
asal Mesir, di Rue Arsene-Houssaye yang menghadap ke Champs-Elysees.
Lalu, untuk apa mereka berdua ke Hotel Ritz? Semata-mata
karena Dodi ingin memamerkan hotel milik ayahnya di Paris itu. Hotel paling
prestisius di Paris yang selalu menjadi tujuan wisatawan seluruh dunia, dengan
restorannya yang mewah, tempat anak-anak muda kaya sejagat menghabiskan malam
dan minum anggur atau sekadar makan malam dengan tarif US$ 700 (sekitar Rp 6
juta) untuk berdua.
Suasana mewah ketika itu memang tidak sesuai dengan keadaan
Diana, yang baru saja melelang sejumlah gaun malamnya untuk kegiatan sosial di
tempat lelang Christie's di New York. Di saat ia terbang melintasi Samudra
Atlantik untuk menghadiri malam perdana lelang pada Juli 1997, Anna Wintour,
pemimpin redaksi majalah mode Vogue, dan saya tengah makan siang di Restoran
Park Avenue di Hotel Four Seasons. "Saya masih menyimpan beberapa untuk
acara lelang mendatang," kata Diana.
Saya bertemu pertama kali dengannya dalam sebuah acara makan
malam di Kedutaan Amerika Seikat di London, Inggris, 1981. Pengantin baru yang
berperawakan tinggi seperti Barbarella, tokoh komik wanita Prancis yang penuh
petualangan, temasuk seks, ketika berkelana ke ruang angkasa.
Gaun merek Channel tampak pas, dan kulitnya halus sempurna.
Ia tiba mengenakan topi kerucut berlampu, yang membuat dirinya bagai dewi
surgawi. Niatnya pindah ke Amerika Serikat benar-benar tak terbendung.
"Kita bisa merasakan energi naik manakala orang-orang Amerika datang ke
Inggris pada bulan Juli untuk menonton pertandingan tenis Wimbledon,"
bisiknya.
Sejak jauh hari, Diana khawatir akan bulan Agustus. Ia tidak
bisa lagi menghabiskan waktu dengan kedua anaknya setelah perceraiannya dengan
Pangeran Charles. Duduk di kebun bunga Kensington Palace tidak mungkin
dilakukannya. "Benar-benar tersiksa tanpa anak-anak," tuturnya.
Maklum, Agustus merupakan bulan santai keluarga. Mereka
biasanya berlibur ke rumah peristirahatan Spartan di Skotlandia atau ke Tuscany
sambil bermain monopoli bersama anak-anak atau membaca novel karya Frederick
Forsyth.
Istana Baru Diana
Mengingat Diana bukan lagi Putri Inggris, hubungannya dengan
keluarga kerajaan pun putus. Bahkan sejumlah yayasan sosial yang dibentuknya
belakangan ini tidak lagi mengirim pemberitahuan awal agar Diana berada di
London pada bulan Agustus. Semua pihak tampaknya ingin menjauhinya, kecuali
Mohamed Al-Fayed dan tentu saja Dodi Fayed.
Dodi seakan menjadi tempat pelarian bagi Diana. Ayah Dodi
yang membeli pertokoan mewah di Inggris, Harrods, menjadi simbol untuk
menentang kemapaman keluarga Kerajaan Inggris. Dan seperti halnya orang-orang
kaya dunia, ia bisa berbuat apa saja.
Kapal pesiarnya yang bersandar di selatan pantai Prancis,
atau Hotel Ritz milik Fayed di Paris, seolah menjadi istana baru bagi Diana.
"Dia punya banyak mainan," kata Diana sekali waktu kepada salah satu
temannya.
Tak ayal lagi, majalah, tabloid, dan hampir seluruh media
massa menyamakan Diana selama berpacaran dua pekan bersama Dodi dengan bulan
madunya bersama Pangeran Charles pada 1981. Lihat saja, kapal pesiar Jonikal
milik Dodi mirip kapal pesiar kerajaan, Britannia.
Meskipun tidak memiliki band pengiring dari satuan musik
Marinir Inggris dan 220 pelayan seperti Brittania, kapal Mohamed Fayed,
Jonikal, tidak kalah mewah. Dua bulan sebelum mengundang Diana ke kapalnya,
Dodi mengubah dan merenovasinya dengan biaya US$ 20 juta agar Diana kesengsem
dan jatuh ke pelukannya.
Ruang kapal itu dilengkapi dengan perangkat pipa musik seperti
di gereja, yang senantiasa mendengungkan lagu-lagu romantis Julio Iglesias.
Kapal Jonikal, yang pernah dijadikan tempat acara makan malam mendiang Anwar
Sadat, Presiden Mesir, dilapisi dengan dekorasi bersuasana Mesir, lengkap
dengan caviar dan lilin.
Dan yang paling top, pasangan itu dilayani Rene Delorm,
mantan pelayan Kerajaan Inggris yang kini pindah ke ''kerajaan'' Dodi. Tidak
seperti kapal pesiar kerajaan yang biasanya berlayar secara sembunyi-sembunyi,
kapal Jonikal berlayar di pantai-pantai umum atau tempat orang-orang kaya
berjemur.
Karena itu, tidak mengherankan bila keduanya menjadi sasaran
empuk para paparazzi atawa pemburu foto dari penjuru dunia. Mereka bahkan
sampai hafal kapan harus membidikkan lensa tatkala Dodi dan Diana bersantap malam
atau berjemur di atas geladak kapal atau membidik Diana dulu di ujung kapal
dengan kaki menjuntai ke laut.
Ada kesamaan antara Dodi dan Diana. Keduanya tengah berada
di bawah tekanan dan pemaksaan kehendak. Al-Fayed memaksa anaknya, Dodi, agar
memburu Diana. Bahkan kedua pengawal pribadi Dodi harus melapor ke Al-Fayed.
''Jika Dodi berbuat sesuatu yang bertentangan, saya harus melapor ke ayahnya,''
kata Rees-Jones, salah satu pengawalnya.
Pada saat itu, Dodi sudah bertunangan dengan Kelly Fisher, salah
satu supermodel Calvin Klein. Bahkan mereka telah menetapkan waktu perkawinan
pada 9 Agustus 1997. Namun ayahnya memutuskan membatalkannya dan memanggil Dodi
untuk bergabung dengannya agar berpesiar dengan Diana.
Dimanjakan seperti itu, Diana mestinya bagai Jackie --istri
mendiang Presiden John F. Kenneddy yang disunting ''raja kapal'' Aristotles
Onassis. Di atas anjungan kapal Jonikal, Diana tetap mendambakan lelaki lebih
matang, bukan Dodi Fayed yang selalu manut pada ayahnya.
Diana masih sering menelepon Hasnat Khan, bekas kekasihnya,
dan meninggalkan pesan bahwa ia masih mencintai dan sering kangen pada dokter
Pakistan itu. Ia juga mencoba mencari cinta dengan sejumlah pria kaya, seperti
Theodore Forstmann, bankir di New York yang memiliki pabrik pesawat terbang
Gulfstrem.
Diana pun terlibat pembicaraan serius dengan David Tang,
pengusaha Hong Kong yang dijadikan mak comblang untuk menemui Gulu Lalvani,
pengusaha India di Hong Kong yang memiliki bisnis elektronik Binatone. Gulu
Lalvani, yang berusia 58 tahun dan memiliki kekayaan senilai US$ 500 juta,
pertama kali dikenalnya pada saat merayakan kemenangan Tony Blair menjadi
Perdana Menteri Inggris, Mei 1997.
Sejak itu, mereka bertemu beberapa hari dalam sepekan.
"Tidak ada yang disembunyikan di antara kita," tutur Gulu Lalvani,
setelah Diana tewas dalam kecelakaan. Gara-gara Gulu yang satu ini pula, Diana
putus hubungan dengan ibunya, Frances Shand Kydd.
Ibunya langsung meledak di telepon ketika diberitahu bahwa
anaknya berhubungan dengan Gulu, yang disebut Frances sebagai ''lelaki muslim''
itu. Padahal, Gulu bukan muslim, melainkan Punjab Sikh. ''Walah, pokoknya
kulitnya sama-sama cokelat,'' ujar Frances.
Pada bulan Juni, Diana pernah mengajak berdansa Gulu Lalvani
di sebuah kelab malam di Berkeley Square, Inggris. Hal ini sengaja dilakukan
untuk membuat Hasnat Khan cemburu. Sayang, upaya itu sia-sia, karena Hasnat
Khan tetap bergeming dan tak bersedia kembali ke pangkuan Diana.
Kisah Cintanya dengan Hasnat Khan
Putri Diana tampil lebih baik setelah perceraiannya dengan
Pangeran Charles. Setiap Selasa malam, Diana duduk di meja kerjanya di
Kensington Palace, menulis berbagai surat tanda terima kasih sambil
mendengarkan Piano Concerto No. 2 karya Rachmanioff dan lagu kesukaannya, A
Nightingale Sang in Berkeley Square, gubahan Manning Sherwin. Sementara itu, di
ruang tamu, Maureen Stevens, staf dari kantor Pangeran Charles yang pintar main
piano, memberikan kursus piano. Acapkali terdengar dentingan piano mengiringi
Diana menulis buku harian.
Di sore hari musim panas yang hangat, Diana tenggelam di
kebun bunga mengenakan celana pendek, kaus, dan kacamata Versace, membawa
beberapa buku dan keping cakram padat untuk mengisi waktu luang. Di akhir
pekan, ketika William dan Harry di rumah, Diana menemani mereka bersepeda
menembus kebun istana.
Di ulang tahunnya yang ke-36, ia menerima 19 keranjang
berisi bunga, dan Harry bersama teman-teman sekelasnya menyanyikan lagu Selamat
Ulang Tahun lewat telepon.
Diana pernah kasmaran pada Hasnat Khan. Dokter ahli bedah
jantung dari Pakistan ini menawan hatinya pada sekitar September 1995.
Pertemuan pertama mereka terjadi pada waktu Diana berkunjung ke Rumah Sakit
Royal Brompton, Inggris, ketika menemani Oonagh Shanely-Toffolo, salah satu
pembantu dekatnya yang tengah menunggui suaminya yang mengalami perdarahan usai
operasi jantung.
Hati Diana berbunga-bunga melihat Hasnat Khan yang menjadi
dokter senior ini bekerja dalam tim ahli bedah yang menangani Joseph Toffolo.
Sebaliknya, Khan yang tampan seperti bintang film Omar Sharif ini cuek saja
karena sibuk menangani pasiennya dan tak menyadari kehadiran Diana.
Diperlakukan begitu, Diana semakin penasaran, lebih-lebih
melihat percikan darah di sepatu tenis Khan. ''Oonagh, seksi banget tuh
cowok,'' bisik Diana kepada temannya setelah dokter muda itu meninggalkan
ruangan. Begitu tergodanya, sehingga Diana bersedia menunggui Joseph Toffolo
selama 18 hari berturut-turut.
Secara mendadak, Diana suka belajar tentang jantung dan
ingin menjadi kardiolog, seperti ketika ia belajar menunggang kuda atau
menyukai seni Islam. Di bawah meja kamarnya terlihat setumpuk laporan mengenai
prosedur operasi dan buku Gray's Anatomy. Setiap akhir pekan, ia mengurung diri
menonton Casualty, opera sabun di TV yang bercerita tentang rumah sakit.
Sedangkan lemari pakaiannya diisi penuh dengan shawal
kameez, sutra untuk kebaya India warna-warni dan celana yang biasa dikenakan
perempuan Pakistan. Bahkan sekali waktu ia mempertimbangkan untuk memeluk agama
Islam. Khan yang tak bersedia meniduri gadis sebelum menikah itu malah membuat
Diana penasaran.
Hampir setiap malam ia menghabiskan waktu di ruang tidur
Dokter Khan yang sempit di Rumah Sakit Royal Brompton, dan menyelinap kembali
ke Kensington Palace di pagi buta. Diana juga memberanikan diri ikut
menyaksikan jalannya operasi jantung. Khan mengizinkan. "Siapa pun yang
bisa tahan dan berani menyaksikan operasi jantung silakan saja," kata
Khan.
Hasnat Khan akhirnya tak bisa lagi menolak kehadiran Diana
di ruang operasi tatkala stasiun Sky TV, Inggris, meliput operasi tim Dokter
Sir Magdi Yacoub. Liputan ini diperlukan, mengingat operasi jantung itu
dilakukan terhadap seorang bocah Afrika berusia tujuh tahun yang diterbangkan
ke Inggris oleh sebuah badan sosial, Jaringan Harapan.
Dalam tayangan yang disiarkan ke seluruh Inggris Raya,
terlihat mata Diana yang menawan di balik cadar putih yang dikenakannya,
lengkap dengan seragam biru yang biasa dikenakan para dokter dan perawat rumah
sakit. Dan hal itu tentu saja mengundang komentar pro dan kontra dari berbagai
kalangan.
Anehnya lagi, pada November 1995, seorang juru foto News of
the World menyiarkan gambar Diana tiba di rumah sakit ketika larut malam. Dia
hendak bertemu dengan cowok idamannya, Khan, menikmati malam London sehabis
bertugas. Diana tak sabar mengabarkan berita gembira itu. Dia meminjam telepon
genggam seorang juru foto untuk menelepon Clive Goodman, koresponden kerajaan,
agar memberitakan kabar bahwa Diana datang ke rumah sakit untuk memberi
dukungan bagi para pasien, tiga hari dalam seminggu lebih dari empat jam
sehari.
"Saya berada di sana demi mereka dan memberi kekuatan
pada mereka. Mereka membutuhkan seseorang, dan saya pegang tangan mereka,"
tutur Diana bersemangat. Hubungannya dengan Hasnat Khan membuat Diana merasa
terpenuhi segalanya. "Aku mendapatkan kedamaian dengannya," kata
Diana dalam satu pengakuannya kepada salah satu teman dekatnya. "Dia
memberiku segalanya yang aku butuhkan," kata Diana lagi.
Sebaliknya, Hasnat Khan tidak ingin apa pun darinya. Diana
menawarinya untuk membeli mobil baru, tapi ditolak Khan dengan halus. Kehidupan
pemuda kelahiran Lahore, Pakistan, ini memang sederhana dan menjauhi kemewahan.
Apartemen satu kamarnya di kawasan Chelsea berantakan,
dihiasi jemuran kaus yang dipakainya sehabis bertugas. Khan menyukai Diana yang
cintanya, menurut penglihatan Khan, tulus dan kegiatan sosialnya. Diana
mengubah salah satu kamar pembantunya di Kensington Palace menjadi gubuk
sederhana, sehingga Khan bisa lebih leluasa minum bir Heineken sambil menonton
sepak bola.
Di akhir pekan, pada waktu para staf kerajaan pulang, Diana
menyelinap, memberi Khan makan malam. "Masakan Marks & Spenser cocok
bagi Khan. Cukup taruh ke mesin pemanas dan tekan tombolnya, langsung
terhidang," tutur Diana. Kadang ia menghilang sepanjang hari di apartemen
Khan, membantu membersihkan lantai dan karpet dengan mesin penyedot debu.
Diana juga mencuci piring dan menyetrika baju kekasihnya.
Suatu hari pada 1 Juli, di hari ulang tahunnya, Diana tampak lain. Untuk
memberikan kejutan buat Khan, ia mengenakan anting permata berlian dan safir
kesayangannya. Diana juga mengenakan mantel bulu mahal warna hitam, tanpa
mengenakan baju dalam alias telanjang.
Kalau mereka berantem, Paul Burrell, salah satu pembantu
dekat Diana, membawa pesan dari Diana ke tempat nongkrong Khan di sebuah kafe
dekat rumah sakit. Gaya kucing-kucingan untuk menghindari pers seperti ini juga
dilakukan Khan. Dokter ini suatu kali juga pernah bersembunyi di jok belakang
mobil Burrell bertutup selimut ketika memasuki kawasan Istana Kensington.
Soal konsumsi buat mereka, Burrell cukup hanya membawa ayam
goreng Kentucky Fried Chicken. Pada saat Diana diajak Khan menonton musik jazz
di Klub Ronnie Scottke, London, Diana mengenakan rambut palsu dan kacamata
hitam. "Eh, aku lagi antre tiket di depan. Menarik, karena bisa bertemu
dengan banyak orang yang berbeda," katanya kepada Simone Simmons,
penasihatnya.
Bukan hanya itu. Diana juga suka pergi ke Pakistan kapan
saja untuk menjenguk keluarga Hasnat Khan. Dengan kawan karibnya, Jemima Khan,
istri pemain kriket kondang Imran Khan, Putri Diana sering berkonsultasi
bagaimana caranya menikah secara muslim. Dia juga menanyakan kemungkinan untuk
menikah diam-diam di depan pastor. Namun Pastor Tony Parsons di Gereja Katolik
Karmelite, Inggris, menyatakan bahwa hal itu sulit dilakukan.
Mendengar hal itu, Hasnat Khan merasa kesal. "Kamu
pikir kita bisa kawin cuma mengundang pastor?" ujar Khan sambil merengut.
Dari sini setidaknya Hasnat Khan tahu bahwa Diana tidak serius dan hanya
bermimpi.
Karena itulah, dokter Pakistan itu mengundurkan diri dan
tidak lagi berhubungan dengan Diana. "Anak saya tidak akan kawin dengan
Diana. Kami sudah punya calon untuk dia," tutur Dr. Rashid Khan, ayah
Hasnat Khan, kepada harian Daily Express.
***
Hinggap di Pelukan Hewitt
Tinggal kini Diana yang seperti perempuan bingung. Ia
hinggap di mana pun, antara lain di pelukan Mayor James Hewitt. Hewitt acapkali
bertanya pada dirinya sendiri, apakah kehadirannya di pesta koktail yang
digelar Putri Wales, Diana, pada musim gugur 1986 hanyalah sebuah kebetulan.
Pada waktu itu, ia hanya dua tahun lebih tua dari Diana yang
berusia 26 tahun. Pangkatnya hanyalah kapten dan bekerja sebagai staf penjaga
keamanan istana. Semuanya sudah dirancang untuknya oleh Istana Buckingham, yang
disebutnya sebagai "sebuah tempat dengan koridor-koridor panjang dan penuh
bisik-bisik".
Buktinya bisa dilihat tatkala Putri Diana meminta Hewitt
menjadi pelatih pribadi menunggang kuda. Diana ketika itu tengah kesepian, dan
kehidupan seksnya tidak pernah terpenuhi. Charles selalu menghilang entah ke
mana di kala malam, bahkan pada saat mereka tengah melakukan tur ke
negara-negara Teluk, 1986.
Sekembali dari perjalanan jauhnya itu, Diana tengah berada
di posisi terendah. ''Emosinya benar-benar rapuh, dan ia tengah menderita
bulimia. Tubuhnya kurus kering, dan kulitnya menggelantung tak bernyawa di
tulang-tulangnya. Dia seperti wanita yang tengah hancur lebur,'' tutur Hewitt.
Hewitt sedang dalam perjalanan melakukan latihan menjelang
perkawinan Sarah Ferguson dengan Pangeran Andrew pada Juli itu. Hewitt melihat
Diana di sebuah tangga bawah menyaksikan latihan parade. Sambil menjinjing
sepatu di tangannya, Diana bercengkerama dengan sejumlah teman dekatnya.
"Saya suka melihat seragam mereka," kata Diana sambil melirik para
prajurit yang sedang berlatih baris-berbaris.
Kemudian di lain hari, Diana meminta kepada salah satu
pembantunya untuk mengadakan pesta minum koktail bagi para pengawal kerajaan.
"Biar lebih yakin ketika menunggang kuda," kata Diana. Benar juga,
pelajaran menunggang kuda bersama Kapten Hewitt akhirnya menjadi lebih sering
dari biasanya.
Pada saat Hewitt dipromosikan menjadi komandan pada skuadron
markas besar di barak Combermere di Windsor, Diana semakin menggebu-gebu.
Mengenakan baju sutra dan jaket serta sepatu bot, Diana selalu tiba di tempat
latihan pada pukul delapan pagi. Ia mencium Hewitt ketika mereka berdua berada
di tempat-tempat sepi sambil berbisik, "Aku membutuhkanmu. Kamu memberiku
kekuatan. Aku tidak bisa lagi tahan jauh darimu. Aku ingin bersamamu. Aku cinta
padamu," ujar Diana.
Kisah cinta itu terus berlanjut, dan Hewitt menjadi
satu-satunya tamu pribadi dalam berbagai acara di saat Pangeran Charles tidak
bisa hadir. Sehingga hubungan Hewitt dengan kedua anak Diana, William dan
Henry, semakin dekat. Hewitt membekali kedua anak remaja itu seragam Angkatan
Darat ketika mereka berkunjung ke beberapa barak militer di Windsor.
Mereka juga kerap bermain bersama di halaman Highgrove
bersama Hewitt dan anjing labrador piaraannya. Kadangkala keduanya juga bermain
pukul-pukulan bantal bersama Hewitt. Begitu dekatnya, sampai suatu hari Diana
mengaku bahwa Charles mengetahui hubungan mereka.
"Ada semacam pengertian antara Charles dan Diana bahwa
saya merupakan bagian dari hidupnya. Dan Camilla menjadi bagian dari hidup
Charles," tutur Hewitt. Ia berhasil mengubah Diana menjadi gadis desa dan
menyukai iklim pedesaan. "Dia juga suka olahraga menembak," kata
Hewitt.
Di samping itu, Hewitt juga mengaku mampu memuaskan nafsu
berahi Diana, dan membantu Putri Inggris itu mencapai klimaks yang tak pernah
dia rasakan sebelumnya. Sejak itu, Hewitt merasakan bahwa mencintai Diana
bertujuan menyelamatkan jiwanya. Selama lima tahun ia selalu mendampingi Diana.
Selama musim panas 1988, Hewitt pernah begitu sibuk sehingga
tak mungkin bisa hadir menemani Diana berakhir pekan di London. Sebab, pada
waktu itu, Hewitt harus memimpin kejuaraan polo antar-resimen di Hampshire.
Menghadapi hal itu, Diana tidak kekurangan akal. Ia langsung menelepon panitia
penyelenggara dan menyatakan hendak hadir dalam kejuaraan tersebut.
Di saat kejuaraan berlangsung, tiba-tiba Diana muncul di
tengah keluarga Hewitt yang sedang makan siang. "Wah, banyak makanan,
nih," kata Diana, sehingga mengejutkan Hewitt, ibunya, dan dua saudara
perempuannya. Ketika penyerahan hadiah, pihak penyelenggara meminta Diana
memberikan piala kepada pemenangnya: tim Hewitt. Pada saat itulah, majalah dan
tabloid Inggris menurunkan foto Diana sedang melirik mesra ke arah Hewitt
sambil menyerahkan piala. Kisah asrama di antara keduanya terus berlanjut.
Sejumlah surat cinta yang dilayangkan Diana dipenuhi
kata-kata melankolis. "Aku terjaga dari tidurku di tengah malam, lalu
merasa benar-benar mencintaimu dan berterima kasih pada Tuhan karena
menghadirkanmu dalam hidupku," tulis Diana dalam salah satu suratnya.
Pada saat Hewitt ditugaskan ke Prancis, Agustus 1989, Diana
menulis, "Sayangku, aku merasa hal ini tak akan berlangsung lama sebelum
akhirnya kita bisa bersama sepanjang masa, seperti yang sudah
ditakdirkan."
Keduanya selalu menghabiskan waktu akhir pekan bersama.
Bahkan kadang mereka membawa serta ibu Hewitt, Shirley Hewitt, berlibur ke
sebuah tempat peristirahatan di Devon. Di tempat ini, mereka bisa menghabiskan
waktu untuk berjalan bersama atau malah Diana membantu Shirley mencuci piring.
Tak ketinggalan, tentu saja, acara tidur bersama yang
membuat Hewitt semakin mencintainya. "Ketika di Devon, kegiatan begitu
pesat dan meningkat," tutur Ken Wharfe, salah satu pengawal pribadi Diana,
tanpa menjelaskan lebih jauh apa yang dia maksud.
Kedekatan dengan Hewitt membuat Diana seolah sadar dan tak
ingin melanjutkan perang dingin dengan Pangeran Charles. Tidak ada lagi berita
mengenai Charles, sampai pada suatu peristiwa Januari 1988. Televisi di Inggris
melaporkan pandangan mata kunjungan Charles ke Melbourne, Australia, menghadiri
peringatan hari kemerdekaan yang ke-200 ''negeri kanguru'' itu.
Dalam tayangan televisi itu, Pangeran Charles tampak
berdansa mesra dengan Putri Diana di ruang dansa. James Hewitt yang menyaksikan
adegan itu lewat televisi merasa kaget dan cemburu. Hatinya bertanya-tanya,
bagaimana mungkin Diana begitu bahagia bersama lelaki yang pernah disebutnya
sebagai pria paling dibencinya sejagat.
Harian The Sunday Times terbitan September 1988 menyebutkan,
Diana telah memutuskan untuk menempuh jalan damai ketimbang perang dingin.
Ketika Hewitt mengatakan kepada Diana di musim panas 1989 bahwa ia akan
ditugaskan ke Jerman selama dua tahun, Diana marah dan kecewa.
Putri Inggris itu bersikeras bahwa pacarnya tidak perlu
pergi ke Jerman, sambil berjanji mengontak Mayor Jenderal Sir Christopher Airy,
komandan dan atasan tertinggi Hewitt, untuk membatalkan penugasan itu.
"Kamu sudah berjanji tetap bersama mendampingiku di sini. Sekarang kamu
ingkari janjimu," kata Diana.
Sebelum berangkat ke Jerman bersama satuannya, sekitar
Agustus 1989, Hewitt berkesempatan melihat Putri Diana mengayunkan kaki
panjangnya di tepi kolam renang di Highgrove. "Mengenakan bikininya,
kulitnya begitu segar dan bersinar. Dia berhasil menjalankan diet dan olahraga,
sehingga tubuhnya tampak atletis serta ekspresinya penuh kebahagiaan. Tak lagi
terlihat kecemasan di wajahnya," tulis Hewitt.
Belakangan ketahuan, Diana tidak pernah bertemu Hewitt lebih
dari tiga bulan lamanya. Artinya, uraian Hewitt itu hanya karangan. Setelah
berkencan dengan Hewitt, Putri Diana hidup menyendiri.
Pengawal pribadinya, Ken Wharfe, menyatakan bahwa kebanyakan
lelaki --disebut ''Diana-men' -- yang mencoba mendekatinya adalah para lelaki
yang tidak banyak bicara dan kering. Rata-rata mereka, kata Wharfe,
"Tinggi, berperawakan sama, berpakaian menarik, punya selera sama, dan
dari kalangan teman. Mereka tidak mau dijadikan suami yang serius, 12 tahun
lebih tua dan berlagak lebih tua dari usia mereka agar dianggap matang,"
katanya.
***
Kecelakaan yang Merenggut Nyawa
Bahkan, setelah berpesiar dengan Dodi di atas kapal Jonikal,
Diana berniat terbang ke London untuk menemui Gulu Lalvani. Namun niat itu
tidak kesampaian. Maut menjemputnya ketika ia berduaan dengan Dodi di dalam
Mercy.
Pukul 19.00 hari nahas itu, dibuntuti puluhan paparazzi,
Diana dan Dodi keluar dari Hotel Ritz menuju ke apartemen Dodi di Rue
Arsene-Houssaye. Diana kesal atas teriakan dan kehadiran para pemburu foto itu.
Benarkah mereka minum sampanye di dalam? Tidak.
Mereka menuju Champs-Elysees. Para pengawal Dodi yang
membuntuti mereka kesal juga karena tidak mampu menjalankan tugas. Dodi
memerintahkan pengemudi untuk berbelok ke arah Benoit, ke sebuah bristo dekat
Pompidou Center. Dodi telah mengirim koki andalannya, M. Roulet, untuk
mempersiapkan segalanya. Para pemburu foto terus menguntit dekat dengan
Mercedes seperti "setan gentayangan". Menghadapi hal seperti itu
Diana sudah biasa, sebaliknya Dodi jadi panik.
Pukul 21.45. Dodi memerintahkan sopir kembali ke Hotel Ritz
dan memutuskan untuk makan malam di sana saja. Celakanya, pada malam itu,
restoran telah penuh pengunjung dan tidak ada tempat bagi keduanya.
Pukul 21.53. Dodi dan Diana diturunkan di sebuah pintu masuk
yang tidak banyak diketahui umum di depan Hotel Ritz. Francois Tendil mendengar
Dodi mengumpat kepada dua juru foto yang tiba-tiba muncul entah dari mana
melancarkan beberapa jepretan ke arah Diana. "Sialan!" kata Dodi.
Keduanya pun duduk di tempat yang disediakan, di bawah tatapan mata para tamu.
Diana menangis. Merasa kikuk, mereka meminta pelayan mengirim makanan pesanan
mereka ke kamar mewah Imperial di lantai atas.
Di luar hotel kini benar-benar dikepung oleh awak televisi,
juru foto, pengunjung, serta para pejalan kaki yang mendengar bahwa Diana dan
Dodi berada di dalam. Mereka bertepuk tangan dan berteriak setiap kali ada
wanita berambut pirang keluar dari hotel. Diana dan Dodi semakin tak tahan
melihat kondisi ini, karena mereka memang tidak berniat menginap.
Dodi menghabiskan waktu dengan mengundang minum-minum di bar
bersama Yassin, salah satu pamannya, pengusaha kaya Arab Saudi. Namun ia tidak
sempat bertemu, karena kedua pasangan itu sudah kembali ke kamar mereka.
"Kalau bersama Diana, saya tidak mengajak dia ke Hotel Ritz, tapi ke
tengah hutan," kata Yassin belakangan.
Pukul 24.20. Diana keluar dari pintu putar di bawah jepretan
lampu kilat paparazzi, diiringi Dodi. Mercedes hitam yang mereka tumpangi
melaju kencang menuju apartemen Dodi di Rue Arsene-Houssaye. Ternyata, di
tengah Terowongan Pont d'Alma, mobil mewah mengilat itu menghantam tembok
penyangga terowongan dan hancur luluh lantak, disaksikan para paparazzi yang
menumpang lima mobil, tiga sepeda motor, dan dua skuter.
Romuald Rat, yang sejak pagi membuntuti pasangan itu, sigap
melompat menghampiri mobil yang masih berasap dan menembakkan kameranya. Henri
Paul, pengemudi Dodi yang terhantam kemudi pada bagian dadanya, tampak tak
bergerak.
Rat langsung membuka pintu belakang Mercedes dan melihat
Dodi terkulai, celana jinsnya robek. Sedangkan Diana masih bernapas, dan
tubuhnya tertutup karpet jok belakang yang terbang ke atas. Rat mengambil
karpet itu dan menutupkannya pada bagian bawah badan Dodi yang kemaluannya
terlihat.
Diana, yang urat nadinya masih berdenyut, melenguh perlahan.
''Tenang, ya. Dokter akan datang segera,'' bisik Rat berbahasa Inggris dengan
aksen Prancisnya yang kental. Selama dua menit, sejumlah kamera menyalakan
kilatnya, mengabadikan adegan berdarah itu.
Frederic Mailliez, dokter pertama yang datang ke tempat
kejadian, menuturkan bahwa pintu belakang mobil sudah terbuka. ''Pada waktu
itu, saya belum tahu bahwa wanita cantik itu ternyata Diana,'' kata Frederic,
yang langsung memasang gas oksigen ke wajah Diana dengan hati-hati.
Diana masih hidup dan merintih seraya bertanya seberapa
buruk luka-lukanya. Tidak terlihat luka serius di bagian luar tubuhnya, tapi
kondisinya semakin lemah dan denyut nadinya meningkat. Perlu waktu hampir satu
jam untuk mengeluarkan tubuh Diana yang terimpit di antara jok belakang dan
depan. Itu karena lengan kanannya bengkok akibat tulangnya terkilir.
Pukul 01.00, tekanan darahnya sangat lemah. Di dalam
ambulans yang mengangkutnya menuju Rumah Sakit Pitie-Salpetriere, Diana
terpaksa diberi dopamine untuk menaikkan tekanan darahnya yang terus turun.
Di dalam Pavilyun Cordier, perjuangan menyelamatkan Diana
terus berlangsung. Hasil pemeriksaan sinar-X menunjukkan, terjadi perdarahan di
bagian dadanya dan menekan jantung serta paru-paru kanannya. Mereka mencoba
mengeringkan genangan darah itu, tapi jantungnya berhenti berdetak.
Profesor Alain Pavie, ahli bedah jantung, didatangkan pada
malam itu dan mendapati jantung kanan Diana robek akibat kecelakaan sehingga
tergeser dari bagian dada kiri ke bagian kanan. Mereka berhasil memindahkannya
ke tempat semula. Namun jantung Diana lagi-lagi berhenti. Putri Inggris itu
dinyatakan wafat pada pukul empat pagi dalam usia 36 tahun. Urd/2210
0 Comments: