SERBA SEPUH - Phoolan
Devi adalah kegeraman. Lahir dan tumbuh dalam impitan siksa dan hina.
Pemerkosaan menjadi santapan hariannya. Sebelum menemukan cinta sejati dalam
diri seorang bandit, hanya satu hal yang mengisi pikirannya: balas dendam!
Negara mengejarnya sebagai penyamun dan pembunuh beringas. Tapi, rakyat jelata
memandangnya sebagai simbol perlawanan kaum miskin. Bagi mereka, Phoolan Devi
tak ubahnya Robin Hood,"pahlawan" dari hutan Sherwood itu.
Lebih dari separuh
India seperti tenggelam dalam duka. Phoolan Devi, "Ratu Bandit" idola
kaum papa India, tewas mengenaskan Rabu dua pekan lalu. Sejumlah pria bertopeng
menghujani tubuh Phoolan Devi dengan peluru di depan rumahnya di New Delhi.
Siang itu, anggota parlemen India dari Partai Samajwadi ini baru saja pulang
mengikuti sidang di parlemen India.
Usai menuntaskan
niatnya, para penyerang itu kabur dengan menumpang sebuah mobil. Para pengawal
Phoolan sempat melancarkan tembakan balasan. Luput. Para pria bertopeng itu
menghilang dalam sekejap. Setelah baku tembak itu, Phoolan ditemukan terkapar
dengan tiga peluru menembus kepalanya. Dua peluru lagi bersarang di bagian lain
tubuhnya.
Baca juga Sejarah
Rempah : Kutukan Bumbu Dapur
Para pengawal
segera melarikan Phoolan ke rumah sakit. Sayang, di tengah perjalanan, napas
Devi keburu putus. "Bandit Cantik" yang pernah hidup dalam lindungan
senjata api itu akhirnya tewas oleh senjata api pula. Kematian "Sang
Ratu" Phoolan ini disambut amarah oleh para pendukungnya di sekujur
"negeri Taj Mahal" itu.
Kaum jelata India
menuduh pemerintah tak cukup cakap melindungi pahlawan mereka. Di kota Kalkuta,
India Timur, ribuan orang melakukan aksi turun ke jalan. Sambil meneriakkan
yel-yel "Hidup Phoolan Devi!", mereka membakar boneka Atal Bihari
Vajpayee, Perdana Menteri India. Polisi pun segera menggelar operasi khusus
untuk mem- buru pelaku penembakan.
Operasi perburuan
itu tak memerlukan waktu lama. Dalam dua hari, salah seorang pelaku menyerahkan
diri kepada polisi di kota Dehradun, India Utara. Sher Singh Rana, si pelaku itu,
ketika diinterogasi mengaku sama sekali tak menyesali perbuatannya. Ia menembak
Phoolan Devi dengan enam peluru. Menurut Sher Singh Rana, penembakan itu ia
lakukan sebagai aksi balas dendam.
Sher Singh Rana
mengaku dendam atas peristiwa pembantaian 22 pria kasta atas di Desa Behmai,
Uttar Pradesh, India Utara, pada 1981. Secara resmi, Phoolan Devi merupakan
tertuduh utama yang dipandang menjadi otak peristiwa pembantaian itu.
"Saya bangga atas tindakan saya ini," kata Rana. "Niat membunuh
Phoolan sudah lama tertanam dalam pikiran saya."
Puspa, Devi yang Terlahir Papa
Phoolan Devi lahir
38 tahun lalu di Desa Ghura Ka Purwa di tepi Sungai Yamuna, Uttar Pradesh. Ia
tak tahu persis tanggal kelahiran- nya. "Bahkan ayah-ibu saya tak tahu
tanggal kelahiran saya," katanya. Tapi, menurut cerita orangtuanya,
Phoolan lahir pada hari festival bunga di India. Itu sebabnya, ia diberi nama
"Phoolan", yang artinya bunga, alias puspa.
Phoolan, yang
berkulit gelap dan tak bisa membaca-menulis, terlahir dalam "rangkulan"
kasta mallah -subkasta sudra. Ayahnya, Devidin, adalah petani miskin yang
hidupnya bergantung pada para tuan tanah. Sedangkan ibunya, Moola, tergolong
wanita "bernasib buruk" karena melahirkan empat bayi perempuan. Di
India Utara, bayi wanita adalah beban yang tak diinginkan.
Phoolan adalah
putri kedua, setelah si sulung Rukmini. Ia punya adik perempuan bernama
Ramkali, yang dipanggil Choti -si mungil. "Nasib baik" sempat
menghampiri keluarga Devidin ketika Moola melahirkan bayi laki-laki, Shiv
Narayan. Namun, "bencana" datang lagi ketika lahir bayi perempuan
berikutnya, Bhuri. Belakangan, karena tak dikehendaki, Bhuri ditelantarkan
begitu saja.
Sejak kanak-kanak,
Phoolan Devi telah terobsesi untuk mencari Tuhan. Keinginan bertemu Tuhan itu
dituturkan Phoolan dalam otobiografinya, I, Phoolan Devi: The Autobiography of
India's Bandit Queen, yang diterbitkan Warner Book pada 1996. "Aku ingin
mencari Tuhan untuk bertanya," katanya. Apa yang ingin ditanyakan Phoolan
kecil pada Tuhan?
Menurut Phoolan,
ia ingin bertanya mengapa keluarganya miskin, sementara orang lain hidup
berkelimpahan. Mengapa anak-anak kasta mallah harus bekerja keras pada orang
lain, hanya untuk imbalan sesuap nasi? Mengapa kaum mallah boleh dipukuli
golongan thakur, kasta kaya pemilik tanah-tanah luas. Phoolan dan
saudara-saudaranya selalu menjadi sasaran gebukan dan hinaan Bihari, pamannya.
Walau seorang
mallah, Bihari, saudara tiri ayah Phoolan, sangat serakah. Ia merampas semua
warisan Devidin, termasuk tanah seluas tujuh hektare. Menurut Phoolan, jika ia
melintas di depan rumah Bihari, pamannya itu selalu menangkap dan menggebukinya
dengan tong- kat kayu. "Aku selalu membayangkan, suatu hari nanti ganti
memukul Paman... di kepalanya," Phoolan mengenang.
Setahun Pernikahan Jahanam
Walau miskin,
harga diri tertanam kuat dalam hati Phoolan. Meski masih bocah, ia sudah punya
kesadaran untuk mempertahankan hak, keadilan, dan keselamatan dirinya. Nasihat
Moola, sang ibu, selalu dipegang Phoolan erat-erat. "Berdiri tegak!
Banggalah pada dirimu sendiri!" kata Moola selalu. "Kalau seseorang
memukulmu, balaslah. Kalau tidak, akulah yang akan memukulmu."
Tak mengherankan,
sejak kecil, Phoolan selalu menolak tunduk pada peraturan, sistem, dan orang
yang dianggapnya korup dan tak adil. Phoolan kecil bahkan berani mempertaruhkan
hidupnya demi kebenaran dan keadilan. Ketika berusia sembilan tahun, misalnya,
ia berusaha melawan Mayadin, sepupunya, yang menebang tanpa izin pohon milik
keluarga Phoolan.
Kayu pohon itu,
menurut rencana, akan dijual untuk biaya pernikahan Phoolan. Dengan kemarahan
yang luar biasa, Phoolan kecil berani mengejar pedati yang mengangkut kayu
curian itu. "Hei, kau penipu, kembalikan pohon kami," teriaknya pada
Mayadin. Karena tak ditang- gapi, Phoolan nekat bergelantungan pada tali kekang
sapi untuk menyerang Mayadin.
Akibatnya, tanpa
ampun Mayadin memukuli Phoolan habis-habisan. Bah- kan, empat anak buah Mayadin
pun ikut andil menyiksa Phoolan, yang akhirnya dilemparkan begitu saja dari
pedati. Dengan air mata ber- cucuran, Phoolan cuma bisa menyaksikan Mayadin
pergi membawa harta keluarganya yang paling berharga. "Tinggalkan kayu
itu... itu milik ayahku."
Pada umur 11
tahun, Phoolan dinikahkan dengan seorang duda berusia 35 tahun, Putti Lal
namanya. Pria berangasan ini berjanji tak akan menggauli Phoolan sebelum gadis
itu memasuki masa akil balig. Tapi, janji tinggal janji. Phoolan yang masih
sangat lugu dipaksa Putti Lal melayani nafsu biologisnya. Phoolan tak kuasa
menolak, karena Putti Lal mengancam merobek perutnya dengan belati.
Phoolan kecil tak
tahan menjalani pernikahan "jahanam" itu. Ia pun sering kabur.
Setahun berlalu, Putti Lal merasa kesabarannya habis. Ia lalu
"membuang" Phoolan, dan menikah lagi dengan wanita lain. Sejak itu,
Phoolan beroleh "gelar" baru: wanita jalang, pelacur, dan segala
macam sebutan buruk lainnya.
Pasukan Berkuda Phool Singh
Siksaan dan hinaan
terus menjadi santapan harian keluarga Phoolan. Suatu siang, tiga tahun sejak
perceraiannya dengan Putti Lal, Phoolan terlibat masalah dengan putri kepala
desa. Phoolan memukuli putri kepala desa karena gadis itu melempar kepala
ibunya dengan genting. Ayah si gadis, Sarpanch, tidak terima, dan mendera
Phoolan dengan lathi-nya -tongkat kayu berujung besi.
Phoolan melawan.
Pergulatan Phoolan melawan Sarpanch pun berlangsung heboh. Tak lama kemudian,
beberapa pria anak buah Sarpanch ber- datangan. Mereka mengeroyok Phoolan
hingga berlumuran darah. Beruntung, Phoolan akhirnya berhasil melarikan diri.
Bersama seluruh anggota keluarganya, Phoolan mengunci diri di dalam rumah.
Beberapa hari
kemudian, pada suatu malam buta, anak buah Sarpanch mendobrak rumah Phoolan
untuk menuntaskan dendam. Di depan mata ayah-ibunya, Phoolan diperkosa
beramai-ramai. "Aku mendengar Ayah menangis tersedu-sedu, memohon mereka
menghentikan perbuatannya," katanya. Phoolan pun cuma bisa mengertakkan
giginya dengan geram. Pada saat itulah bangkit niatnya: membalas dendam!
Siangnya, Phoolan
bertemu Phool Singh, seorang thakur dari desa tetangga. Phoolan menceritakan
semua penderitaannya. Phool Singh berjanji membalaskan sakit hatinya. Malam itu
juga, Phool Singh dan pasukan berkudanya menyerbu rumah Sarpanch. Karena
Sarpanch tak ada, Phool Singh mengancam istri Sarpanch. "Jangan
sewenang-wenang pada wanita mallah kalau mau selamat."
Baru kali itulah
Phoolan merasa begitu puas dan bahagia. Ia lari ke rumah Sarpanch dan
berteriak, "Kamu mau berbuat jahat lagi?" Sar- panch keluar dan
mengancam akan menembaknya. "Oh, kamu mau menem- bakku? Justru anakmulah
yang akan kutembak!" kata Phoolan. Setelah itu, ia menuju ke rumah
Mayadin. "Hei anjing keparat. Kamu harus membayar kami atau kucincang
tubuhmu!"
Sejak kejadian
itu, Phoolan mengaku bisa bernapas lega. Segala im- pitan derita yang ia
tanggung selama bertahun-tahun seolah mulai mengendur. Phoolan pun akhirnya
bisa keluar rumah tanpa menanggung rasa malu lagi. Bisa mandi di sungai kapan
pun ia mau. Phoolan tak punya rasa takut lagi.
Vikram, Cinta Sejati
Mayadin, yang
merasa terhina atas kejadian malam itu, menyebarkan gosip seram: Phoolan sudah
menjadi dacoit -alias bandit- dan merampok rumahnya. Polisi pun menciduknya.
Phoolan meringkuk di pen- jara selama sebulan, dan kenyang disiksa dan
diperkosa. Kebanyakan polisi yang melakukan perbuatan keji itu adalah teman
Mayadin.
Suatu sore di awal
Juli 1979, Phoolan mendengar rumor: satu geng dacoit pimpinan Babu Gujar sedang
berkemah di tepi Sungai Yamuna. Menjelang tengah malam, Phoolan mendengar
langkah-langkah berat di luar rumahnya. Setelah itu, sejumlah lelaki memasuki
rumahnya dengan membawa obor. Apa yang terjadi selanjutnya... tak jelas.
Phoolan pun tak
menceritakan dengan gamblang. Yang jelas, malam itu Phoolan raib dari desanya.
Mungkin ia diculik. Mungkin Mayadin mem- bayar para bandit untuk membawanya
pergi. Mungkin juga Phoolan berusaha melindungi adik laki-lakinya yang diancam
akan dibunuh. Atau mungkin: ia memang ingin kabur dari Ghura Ka Purwa.
Selama 72 jam
selanjutnya, Phoolan diperlakukan secara brutal oleh Babu Gujar, yang berkasta
thakur. Pada hari ketiga, Phoolan bersama kawanan dacoit itu, tangan kanan Babu
Gujar, Vikram Mallah -dari kasta mallah- yang menaksir Phoolan, menembak
bosnya. Setelah itu, Vikram pun menikahi Phoolan. Inilah cinta sejati pertama
Phoolan.
Vikram mengajarkan
banyak hal pada Phoolan, termasuk cara membunuh dengan senjata api. "Kalau
kamu mau membunuh, bunuhlah sekaligus 20 orang, jangan cuma satu," kata
Vikram. "Sebab, kalau kamu membunuh 20 orang, popularitasmu akan tersebar
luas. Tapi, kalau kamu cuma membunuh seorang, kamu akan digantung sebagai
pembunuh."
Pada tahun
berikutnya, Vikram dan Phoolan memimpin gengnya, mendatangi satu demi satu
pelaku kekejian atas diri Phoolan. Mereka menyiksa bahkan membunuh pria-pria
thakur itu. Target pertama mereka adalah Putti Lal, mantan suami Phoolan. Selanjutnya,
penduduk Desa Ghura Ka Purwa pun "menyerahkan" diri dalam
perlindungan Phoolan.
Di Bawah Lindungan Durga
Aksi Phoolan dan
gerombolannya terus berlanjut. Mereka merampok desa dan rumah orang-orang kaya
dari kasta atas, mencegat kereta api, menculik, juga membunuh. Daerah operasi
mereka meliputi kawasan Ut- tar Pradesh dan Madhya Pradesh. Dan, tiap operasi,
yang dilancarkan atas desakan Phoolan, didahului dan diakhiri dengan kunjungan
ke kuil untuk menghormat Dewi Durga -Dewi Kejahatan.
Naluri Phoolan
selalu tepat. Dan ia berpikir, semua itu karena Dewi Durga membimbing dan
melindunginya. Kebahagiaan perkawinan Vikram- Phoolan berakhir pada suatu
malam, Agustus 1980. Ketika pasangan ini tengah lelap tidur, terdengar rentetan
letusan senjata. Vikram tertembak, dan tewas di pangkuan Phoolan.
Pembunuhnya
ternyata kakak-beradik Sri Ram dan Lala Ram, yang beberapa hari sebelumnya
dibebaskan Vikram dari penjara, dan bergabung dengan geng mereka. Motifnya
jelas: balas dendam atas kematian Babu Gujar dan ganjaran atas pengangkatan
Vikram, yang berkasta rendah, sebagai pemimpin geng.
Phoolan mengaku
tak pernah sembuh dari duka akibat kematian Vikram, dan menolak menceritakan
kejadian selanjutnya. Tapi, para saksi mengatakan, Sri Ram dan Lala Ram mengurungnya
selama tiga pekan di sebuah rumah kecil yang kotor dan gelap. Tiap malam,
sejumlah pria bergiliran memerkosanya, sampai ia semaput.
Pada hari ke-23,
Phoolan ditelanjangi, kedua tangannya diikat dengan tali, dan diarak
berkeliling Desa Behmai. Phoolan akhirnya dis- elamatkan seorang pendeta,
Santosh Pandit, yang membawanya kabur dengan pedati. Tak lama kemudian, dengan
bantuan teman banditnya, Man Singh, Phoolan membentuk geng baru.
Pada Hari Kasih
Sayang, 14 Februari 1981, penduduk Desa Behmai melihat segerombolan orang
-jumlahnya sekitar 20- berseragam polisi datang ke desa mereka. Geng itu
dipimpin seorang wanita muda nan mungil. Di bahu gadis itu tersandang senjata
laras panjang. Puluhan peluru "berbaris" rapi, menyilang dadanya.
Pembantaian di Tepi Yamuna
Lewat megafon,
gadis itu berkata lantang: "Kalian semua, dengarkan aku. Jika kalian masih
menyayangi nyawa kalian, serahkan semua uang, perak, dan emas yang kalian
punya! Dengarkan lagi! Aku tahu Sri Ram dan Lala Ram bersembunyi di desa ini. Jika
kalian tak menyerahkan mereka, akan kubunuh kalian semua! Ini Phoolan Devi. Jai
Durga Mata! (Hidup Durga, Bunda Dewi!)."
Setelah mencari
sekitar 30 menit, mereka gagal menemukan Sri Ram dan Lala Ram. Semua penduduk
desa mengaku tak pernah melihat dua pria itu. Gadis itu kesal, dan menyuruh
anak buahnya mengumpulkan semua pemuda desa itu. Ia meludahi mereka dan
mengancam akan memanggang semuanya hidup-hidup jika tak mengaku. Tapi, jawaban
mereka tetap sama.
Akhirnya, para
pemuda itu digiring ke tepi Sungai Yamuna, disuruh berlutut dengan wajah
mencium tanah. Selanjutnya, letusan senjata menggema di udara Behmai. Para
pemuda itu bergeletakan di tanah. Sebanyak 22 orang tewas seketika. Phoolan
Devi pun kontan dituduh sebagai pelaku pembantaian itu. Tapi, ia tak pernah
mengakui per- buatan itu.
Pada 12 Februari
1983, Phoolan, yang dikenal dengan sebutan "Bandit Cantik",
"Dewi Bunga", dan "Ratu Bandit", menyerahkan diri kepada
polisi di Distrik Bindh, bersama 12 anak buahnya. Sebelum dibawa ke penjara,
Phoolan, didampingi keluarga dan anggota gengnya, tampil di podium dan memberi
salam kepada 8.000-an pendukungnya.
"Sebetulnya,
aku tak tahu benar apa artinya menyerah, juga berkompromi," katanya.
Phoolan akhirnya dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dengan sederet tuduhan.
"Aku tak pernah mengatakan diriku baik, tapi aku bukan penjahat. Yang
kulakukan cuma membuat laki-laki menderita, sama seperti ketika mereka
membuatku menderita." Sekian
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances